Selain faktor geopolitik, data ekonomi yang lebih lemah dari China juga menekan sentimen permintaan minyak. Data pemerintah menunjukkan pertumbuhan produksi industri jatuh ke level terendah delapan bulan, sementara pertumbuhan penjualan ritel melambat ke titik terendah sejak Desember, meski throughput kilang minyak meningkat.
Kilang di China memproses 8,9 persen lebih banyak minyak pada Juli dibanding tahun sebelumnya, namun jumlah itu lebih rendah dari level Juni yang menjadi tertinggi sejak September 2023. Ekspor produk minyak China juga naik dibanding tahun lalu, mengindikasikan permintaan domestik yang lebih lemah.
Di sisi pasokan, ekspektasi surplus pasar minyak yang kian besar turut membebani harga, ditambah prospek suku bunga tinggi di AS yang bertahan lebih lama. Jumlah rig minyak, indikator pasokan masa depan, naik satu menjadi 412 unit pekan ini menurut Baker Hughes.
Analis Bank of America pada Kamis memperluas proyeksi surplus minyak global, dengan alasan meningkatnya pasokan dari kelompok produsen OPEC+ yang mencakup OPEC, Rusia, dan sekutunya.
Mereka kini memperkirakan surplus rata-rata 890.000 barel per hari sepanjang Juli 2025 hingga Juni 2026. Proyeksi ini sejalan dengan laporan Badan Energi Internasional (IEA) pekan ini yang menyebut pasar minyak tampak “berlebih” setelah peningkatan produksi dari OPEC+. (Aldo Fernando)