Indonesia kini tengah gencar membangun pabrik peleburan nikel (smelter) sejak pemerintah memberlakukan larangan permanen ekspor bijih nikel pada bulan Januari 2020. Mengingat, posisi nikel sebagai salah satu mineral dunia cukup kritis.
Upaya ini dilakukan sebagai langkah menarik investor asing dan mendorong pengolahan dalam negeri, serta hilirisasi penggunaan bahan baku. Larangan ini telah menarik investor asing, terutama China, untuk membangun smelter lokal dan membantu meningkatkan nilai ekspor Indonesia.
“Kami yakin peningkatan produksi di Indonesia akan terus menekan harga nikel di tahun depan,” tulis lembaga ING dalam risetnya.
Di China sebagai produsen nikel terbesar kedua di dunia mengalami peningkatan produksi nikel Kelas 1. Produksi nikel China ini naik lebih dari 36 persen tahun-ke-tahun (yoy) dalam tiga kuartal pertama 2023, sebagai respons terhadap harga nikel di London Metal Exchange (LME) yang secara historis meningkat.
Surplus pasar nikel global diperkirakan akan meningkat menjadi 239.000 metrik ton pada tahun 2024, berdasarkan perkiraan International Nickel Study Group (INSG). Ini menandai kelebihan pasokan selama tiga tahun berturut-turut dan akan menjadi yang terbesar.
Mereka memperkirakan produksi global akan meningkat menjadi 3,71 juta ton pada tahun 2024 dari 3,42 juta ton pada tahun 2023. Ini karena produksi nikel pig iron (NPI) Indonesia terus meningkat. Pabrik high pressure acid leaching (HPAL) baru di Indonesia yang menghasilkan campuran endapan hidroksida (MHP) juga terus meningkatkan produksinya, dan konversi NPI menjadi nikel matte pun semakin meningkat.
Secara historis, surplus pasar dikaitkan dengan pengiriman nikel di LME terutama yang berisi nikel kelas 1. Namun pada 2023 dan 2024, surplus tersebut terutama terkait dengan bahan kimia kelas 2 dan nikel. (ADF)