Victor berpendapat, BTPS masih menghadapi isu soal kualitas aset di mana Non Perfoming Financing (NPF) hingga 30 Juni 2024 mencapai 3,1 persen dengan write-off pinjaman hingga Rp500 miliar per bulan pada semester I-2024, lebih tinggi dari rata-rata write-off bulanan sepanjang tahun 2023 yang sebesar Rp375 miliar.
"Dengan model bisnis BTPS yang bergantung pada perilaku konsumen dan melihat kondisi ekonomi saat ini, kami yakin sangat menantang bagi manajemen untuk mengembalikan kinerja sukses yang diraih seperti sebelum pandemi," ujarnya.
Di samping itu, Victor juga menyoroti biaya kredit (Credit of Cost atau CoC), terutama biaya provisi. Dia yakin biaya provisi BTPS bakal lebih tinggi dari estimasi konsensus Rp1,3 triliun, yang pada gilirannya akan menekan laba bersih perseroan.
"Kami mengantisipasi risiko penurunan pada konsensus bottom line (konsensus laba bersih FY24 tumbuh 8 persen)," katanya.
Kendati demikian, Victor tetap mempertahankan rating HOLD pada saham BTPS dengan target harga Rp1.300. Kinerja BTPS memiliki potensi upside dari sisi kualitas aset dan CoC yang diharapkan membaik meski tetap mempunyai potensi downside dari sisi memburuknya aset.
(Rahmat Fiansyah)