IDXChannel - Harga nikel berjangka (futures) di London Metal Exchange (LME) menguat 1,33 persen di level USD18.531 per ton setelah sempat terkoreksi dari level tertinggi sejak September 2023 pada Jumat (7/6/2024).
Harga tembaga di bursa LME juga meroket 2,25 persen di level USD10.149 per ton. Kenaikan juga terjadi pada logam timah yang naik 2,8 persen di level USD32.198 per ton.
Sebelumnya, harga nikel menguat didukung kekhawatiran gangguan pasokan, salah satunya disebabkan kerusuhan yang meletus di Kaledonia Baru, wilayah kepulauan yang dikuasai Prancis dan menyimpan sekitar 20-30 persen cadangan nikel dunia.
Sementara, harga tembaga sempat turun di bawah USD10.000 per ton karena para trader tengah mempertimbangkan kenaikan tajam persediaan global dan lemahnya data lapangan kerja Amerika Serikat (AS) yang memperkuat spekulasi bahwa bank sentral The Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga tahun ini.
Stok tembaga di Shanghai Futures Exchange juga dilaporkan telah naik ke level tertinggi sejak 2020.
Harga sejumlah logam dasar telah melonjak tahun ini di tengah harapan penurunan suku bunga AS dan tanda-tanda bahwa perekonomian China pada akhirnya akan bangkit dari kemerosotan pascapandemi.
Sementara itu, peningkatan persediaan di bursa LME memberikan bukti bahwa pembeli memiliki pasokan yang cukup untuk saat ini dan membuat pesimi pasar bahwa harga akan naik lebih tinggi lagi.
“Pasar tembaga tampaknya memiliki pasokan yang jauh lebih memadai daripada yang diharapkan oleh beberapa trader. Oleh karena itu, menurut pandangan kami, perubahan harga tembaga yang cepat tampaknya tidak mungkin terjadi dan kami memperkirakan pasar akan berkonsolidasi selama bulan-bulan musim panas,” kata Carsten Menke, kepala penelitian di Julius Baer, dalam sebuah catatan email.
Sementara itu, melansir laporan S&P Global, keterbatasan pasokan bijih nikel di Asia kemungkinan akan berkurang pada kuartal April-Juni karena potensi peningkatan produksi Indonesia. Ini diperkirakan setelah pemerintah memutuskan untuk mempercepat proses persetujuan kuota penambangan.
Indonesia selaku produsen nikel terbesar di dunia, mengalami penundaan dalam persetujuan pertambangan pada awal tahun ini yang mengakibatkan kekhawatiran pasokan dan lonjakan harga.
Indonesia memutuskan untuk memperpanjang masa berlaku rencana pertambangan menjadi tiga tahun dari satu tahun.
Pelaku pasar kini memperkirakan pasokan bijih nikel akan membaik secara bertahap di Triwulan II-2024 seiring dengan meningkatnya persetujuan kuota pertambangan di Indonesia dan pulihnya pengiriman dari Filipina setelah musim hujan. Kondisi ini dikhawatirkan dapat memberikan tekanan pada harga nikel.
“Kami memperkirakan pasar nikel primer global akan tetap mengalami surplus pada tahun 2024 sebesar 128.000 ton karena ekspektasi bahwa tekanan terhadap produksi nikel primer Indonesia akan berkurang seiring dengan semakin banyaknya kuota yang disetujui,” ujar Jason Sappor, analis senior riset logam dan pertambangan di S&P Global Commodity Insights.
Dalam waktu dekat, pelaku pasar memperkirakan akan terjadi kondisi cuaca buruk serta kekurangan tenaga kerja dan peralatan.
Selain itu, hari libur besar di Indonesia dan Filipina akan terus berdampak pada operasional pertambangan, begitu juga dengan produk nikel kelas II seperti NPI dan nikel sulfat.
Sementara itu, kekhawatiran melemahnya impor bijih nikel China yang turun 22,5 persen secara tahunan pada Januari-Februari juga bisa membebani pasar turun. Ini mencerminkan ketidakpastian seputar kebijakan Indonesia dan perannya sebagai pemasok utama nikel dunia. (ADF)