sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Industri Rokok Diproyeksi Pulih Moderat di 2026 Berkat Stabilnya Cukai

Market news editor Dinar Fitra Maghiszha
01/12/2025 11:12 WIB
Prospek industri rokok mulai menunjukkan perbaikan setelah enam tahun berada di bawah tekanan.
Prospek industri rokok mulai menunjukkan perbaikan setelah enam tahun berada di bawah tekanan. (Foto: Freepik)
Prospek industri rokok mulai menunjukkan perbaikan setelah enam tahun berada di bawah tekanan. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Prospek industri rokok mulai menunjukkan perbaikan setelah enam tahun berada di bawah tekanan. Penurunan volume penjualan, melemahnya daya beli rumah tangga, serta maraknya rokok ilegal sebelumnya membebani kinerja para produsen besar.

Riset Panin Sekuritas mencatat, emiten rokok masih membukukan penurunan volume lebih dari 5 persen secara tahunan pada sembilan bulan pertama 2025. Tekanan tersebut dipicu daya beli yang menurun, beban cukai tinggi, serta meningkatnya rokok ilegal. 

Analis Panin Sekuritas, Sarkia Adelia menilai pemulihan 2026 akan terdorong oleh stabilnya kebijakan fiskal.

“Kami optimistis volume rokok pulih dan tumbuh moderat pada 2026, didukung katalis fiskal dan moneter yang diharapkan dapat memulihkan daya beli dan stabilisasi cukai,” katanya dalam riset dikutip Senin (1/12/2025).

Pemerintah memastikan tarif cukai hasil tembakau dan harga jual eceran tidak naik pada 2026. Proyeksi daya beli juga membaik, tercermin dari penyempitan disparitas Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menjadi 7 persen pada Oktober 2025 serta turunnya tingkat pengangguran ke 4,85 persen pada Agustus 2025.

Target penerimaan cukai hasil tembakau dalam RAPBN 2026 pun disusun konservatif, yakni Rp229 triliun hingga Rp230 triliun. Kebijakan ini dinilai memberikan ruang bernafas bagi industri yang padat karya setelah satu dekade dibayangi kenaikan cukai berturut-turut.

Menurut Adelia, pemerintah telah menaikkan cukai delapan kali dalam satu dekade. Kondisi tersebut sempat mendorong pengeluaran rokok per kapita hingga Rp94.476 per bulan pada 2024 atau naik 46 persen dalam sepuluh tahun.

Adelia menambahkan bahwa program pemerintah untuk menambah lebih dari 3 juta pekerjaan baru dalam 1-2 tahun ke depan berpotensi mendorong kenaikan UMP dan memperkuat daya beli. 

“Sehingga membuka ruang stabilisasi daya beli dan permintaan rokok pada 2026F,” ujarnya.

Di sisi lain, stabilisasi pasar dinilai membutuhkan pengawasan lebih ketat terhadap rokok ilegal. Data Ditjen Bea dan Cukai menunjukkan 816 juta batang rokok ilegal ditindak sepanjang sembilan bulan 2025, tumbuh 37 persen secara tahunan. Rokok ilegal didominasi segmen Sigaret Kretek Mesin, mencapai sekitar 73 persen dari total penindakan.

Dia memperkirakan kontribusi rokok ilegal terhadap konsumsi nasional berada di kisaran 7-8 persen, sejalan dengan penurunan volume SKM resmi. 

“Rokok ilegal menawarkan harga lebih murah 60 persen sampai 75 persen dari rokok SKM legal, menjadikannya variabel substitusi bagi konsumen yang meningkatkan risiko downtrading,” katanya.

Dengan stabilnya fiskal, meningkatnya daya beli, serta pengetatan pengawasan terhadap rokok ilegal, volume industri rokok pada 2026 diperkirakan tumbuh moderat di kisaran 2-4 persen secara tahunan. Sementara itu, risiko penekan masih datang dari intensifikasi regulasi kesehatan dan potensi pelemahan daya beli.

"Strategi pergeseran portofolio ke produk  dengan cukai yang lebih rendah (SPM, SKM tier II, dan SKT) menciptakan margin improvement, sehingga mendukung asumsi kami bahwa margin dan laba bersih akan mengalami pemulihan yang kuat pada 2026," pungkas Adelia.

(Rahmat Fiansyah)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement