Adapun dana hasil IPO yang diperoleh STAA, WIRG, dan CBUT masing-masing sebesar Rp526,24 miliar, Rp431,89 miliar, dan Rp431,25 miliar.
Selain itu, PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) juga menjadi emiten ‘anak baru’ yang memiliki dana hasil IPO terbesar di bursa.Sedangkan dana hasil IPO dari JARR mencapai Rp366,88 miliar.
Emiten IPO dengan Dana Hasil IPO Terkecil
Selain kategori emiten dengan dana hasil IPO terbesar,terdapat emiten dengan raihan dana IPO terkecil, yakni RCCC. Menurut prospektus perusahaan,dana hasil IPO dari RCCC hanya sebesar Rp20,25 miliar.
Adapun dari dana hasil IPO tersebut, perusahaan menggunakan 75,17 persen untuk pembelian armada truk. Sementara sisanya akan digunakan sebagai modal kerja.
RCCC merupakan perusahaan pelayaran logistik yang didirikan pada tahun 2012. Hingga 2021, perusahaan ini telah memiliki 65 armada.
Sedangkan di tahun 2022, perusahaan menargetkan dapat mengoperasikan total 120 armada truk dari saat ini yang Perseroan operasikan sebanyak 92 armada guna mendukung ekspansi usaha.
Informasi saja, RCCC mengoperasikan dump truck untuk mengangkut batu bara, gipsum, dan pasir. Sedangkan RCCC juga melayani pengangkutan semen curah hingga kantong semen, salah satunya untuk Tiga Roda Semen.
Emiten selanjutnya di kategori ini adalah PT Klinko Karya Imaji Tbk (KLIN) yang meraup dana hasil IPO sebesar Rp23 miliar.
Emiten yang melantai di bursa pada 9 Agustus 2022 tersebut merupakan produsen produk pembersih yang mengandung bahan limbah tekstil daur ulang. Adapun bahan daur ulang tersebut diimplementasikan melalui aplikasi benang pada produk, seperti kain pel, kemoceng, hingga serbet.
Selain itu, terdapat berbagai emiten ‘anak baru’ yang memiliki raihan dana IPO terkecil, seperti PT Agung Menjangan Mas Tbk (AMMS) dan PT Kusuma Kemindo Sentosa Tbk (KKES).
AMMS merupakan emiten yang bergerak di bidang jasa budidaya dan tambak udang. Melansir data prospektus perusahaan, dana hasil IPO yang diperoleh AMMS hanya sebesar Rp24 miliar.
Sedangkan dana hasil IPO dari KKES sebesar Rp31,50 miliar. Emiten yang melantai di bursa pada 8 Agustus 2022 inibergerak di bidang distributor bahan baku kima. Asal tahu saja, KKES juga merupakan bagianCatur Sentosa Adiprana Group, yang mendirikan Mitra10 dan Atria.
Selain emiten yang telah disebutkan di atas, emiten lain yang punya dana hasil IPO terkecil, yakni PT Techno9 Indonesia Tbk (NINE), PT Estee Gold Feet Tbk (EURO), dan PT Puri Sentul Permai Tbk (KDTN). (Lihat tabel di bawah ini.)
Di samping itu, PT Hetzer Medical Indonesia Tbk (MEDS), PT Oscar Mitra Sukses Sejahtera Tbk (OLIV), dan PT Bangun Karya Perkasa Jaya Tbk (KRYA)juga masuk dalam kategori emiten yang melantai di bursa pada 2022 dengan raihan dana hasil IPO terkecil.
Kinerja Saham Emiten IPO Tercuan
Selain dilihat dari raihan dana hasil IPO, emiten yang baru melantai di bursa pada 2022 juga memiliki kinerja saham tercuan setelah IPO.
Melansir data BEI, ADMRmenjadi emiten ‘anak baru’ dengan kinerja saham termoncer setelah IPO.
Adapun sebagaimana disebutkan dalam data BEI per Kamis (15/12), harga saham anak usaha PT Adaro Indonesia Tbk (ADRO) tersebut mencapai Rp1.725/saham atau melesat hingga 1.600 persen sejak IPO pada 3 Januari 2022 lalu, yakni Rp100/saham.
Melesatnya saham ADMR tak lepas dari cuan naiknya harga komoditas batu bara sepanjang tahun 2022. Melansir data dari Tradingeconomics, dalam setahun belakangan, harga batu bara melambung hingga 139,17 persen.
Selain mengerek saham ADMR, berkah boom batu bara juga berdampak terhadap kinerja keuangan emiten.
Menurut laporan keuangan emiten hingga 9 bulan 2022, pendapatan bersih ADMR melesat hingga 188,13 persen di periode ini menjadi USD666,48 juta atau setara Rp10,42 triliun dengan asumsi kurs Rp15.632/USD.
Selain itu, laba bersih emiten juga meroket hingga 481,59 persen di periode ini. Adapun laba bersih yang dibukukan selama 9 bulan 2022 sebesar USD284,26 juta atau Rp4,44 triliun.
Melesatnya kinerja keuangan ADMR sepanjang 9 bulan 2022 ditopang oleh meningkatnya sejumlah segmen pendapatan perusahaan.
Berdasarkan laporan keuangan emiten hingga 30 September 2022, penjualan batu bara pihak ketiga ADMR melambung hingga 504,21 persen menjadi USD209,71 juta (Rp3,28 triliun).