Sementara bagi perekonomian negara secara luas, Nyoman menjelaskan, IPO BUMN dapat menjadi upaya untuk memaksimalkan dampak dan manfaat peran BUMN di masyarakat, dengan secara langsung ikut memiliki sahamnya, termasuk juga turut mengawasi kinerja BUMN tersebut sebagai bagian dari pemegang saham.
"Terakhir, bagi (industri) pasar modal sendiri, IPO BUMN bisa mendongkrak likuiditas pasar dan memperbanyak opsi portofolio investasi yang menjanjikan bagi pelaku pasar," papar Nyoman.
Lagi pula, di mata pelaku pasar, mengoleksi saham BUMN menjadi salah satu pilihan yang bisa dibilang 'zero risk' lantaran kemungkinan bangkrutnya sangat kecil, lantaran pemerintah melalui Kementerian BUMN sudah pasti siap untuk menyuntikkan modal tambahan, selagi bisnisnya masih dianggap menjanjikan.
"Meski tentunya ada juga (BUMN yang bangkrut/dilikuidasi), namun logikanya tidak akan didorong untuk IPO. (BUMN) Yang didorong untuk IPO pastinya yang secara kinerja bagus dan menjanjikan. (Klaim) Itu bisa kita lihat dari 15 BUMN dan 21 anak usaha BUMN yang telah IPO, lima diantaranya merupakan bagian dari Top 20 kapitalisasi pasar modal kita saat ini," tegas Nyoman.
Suplemen
Karena itu, lanjut Nyoman, tidak berlebihan bila selama ini kehadiran BUMN di pasar modal nasional relatif selalu dinanti oleh pelaku pasar. Terlebih, di tengah kondisi pasar yang cukup folatile dan tidak menentu, IPO BUMN bisa menjadi 'suplemen' yang bisa kembali menggairahkan pasar secara keseluruhan.