sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Keluar LQ45 dan Laba Anjlok 59 Persen, Saham GGRM Terendah Sejak 2010

Market news editor Aldo Fernando - Riset
29/07/2022 14:04 WIB
Setelah pihak bursa mengeluarkan GGRM dari konstituen indeks elite LQ45 pada Senin lalu (25/7), Jumat ini (29/7), rapor keuangan Gudang Garam semester I jeblok.
Keluar LQ45 dan Laba Anjlok 59 Persen, Saham GGRM Terendah. (Foto: MNC Media)
Keluar LQ45 dan Laba Anjlok 59 Persen, Saham GGRM Terendah. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Para pemegang saham emiten produsen rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) sedang mengalami pekan yang berat. Setelah pihak bursa mengeluarkan GGRM dari konstituen indeks elite LQ45 pada Senin lalu (25/7), Jumat ini (29/7), laporan keuangan Gudang Garam semester I 2022 jeblok.

Rilis soal penurunan bottom line atawa pos laba perusahaan tersebut langsung direspons dari bursa saham hari ini. Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 13.34 WIB, harga saham GGRM turun 3,24% ke Rp27.625/saham dibandingkan hari sebelumnya.

Praktis, harga saham GGRM menyentuh level terendah sejak April 2010 atau 12 tahun silam.

Dengan ini, saham GGRM sudah merosot selama 5 hari beruntun di pekan ini.

Alhasil, dalam sepekan, saham GGRM anjlok 7,15% dan merosot 12,53% dalam sebulan. Sepanjang 2022 (ytd), saham ini turun 9,89%.

Dalam setahun belakangan, saham GGRM sudah terjun signifikan 33,43%. Sementara, apabila dibandingkan dengan posisi 3 tahun lalu, harga saham GGRM sudah ambles 65,77%.

Laba Semester I Anjlok Tergerus Cukai Rokok

Pada Jumat ini, sekitar pukul 11.00 WIB tadi, Gudang Garam merilis laporan keuangan semester I tahun ini dengan hasil yang tidak menggembirakan tergerus beban dari cukai rokok.

Gudang Garam dan entitas anak membukukan laba bersih sebesar Rp956,14 miliar di semester I 2022. Realisasi itu anjlok 59,37% dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp2,35 triliun.

Berdasarkan laporan keuangan GGRM, Jumat (29/7/2022), penurunan laba produsen rokok itu terjadi meskipun pendapatan perseroan bertumbuh 1,82% menjadi Rp61,67 triliun pada paruh pertama tahun ini

Penjualan rokok di pasar domestik mendominasi pemasukan perseroan. Secara rinci, penjualan sigaret kretek mesin berkontribusi besar terhadap pemasukan yakni total mencapai Rp56,51 triliun, sedangkan sigaret kretek tangan senilai Rp4,17 triliun.

Adapun penjualan rokok klobot menyerap pemasukan sebesar Rp8,43 miliar, sedangkan kertas karton sebanyak Rp834,21 miliar, disusul pemasukan lain-lain Rp99,02 miliar. Demikian laporan keuangan GGRM di keterbukaan informasi, Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (29/7/2022).

Namun, GGRM menanggung beban pokok penjualan yang membengkak hingga Rp56,53 triliun atau naik 4,37% dari semester pertama tahun 2021 sebesar Rp54,16 triliun.

Secara rinci, perseroan menanggung beban terbesar yang datang dari kenaikan pita cukai, PPN, dan pajak rokok mencapai Rp50,70 triliun, atau naik 10,68% dibandingkan semester pertama tahun lalu senilai Rp45,81 triliun.

Hal tersebut ditambah dengan adanya kenaikan biaya transportasi, pengangkutan, iklan, promosi, dan beban pemasaran lain total mencapai Rp1,12 triliun, dari sebelumnya Rp980,65 miliar.

Per 30 Juni 2022, GGRM mencatat penurunan total aset sebesar 7,03% menjadi Rp83,63 triliun, dibandingkan akhir 2021 senilai Rp89,96 triliun. Ini terjadi akibat adanya penurunan kewajiban pembayaran utang sebanyak 9,64% menjadi Rp27,17 triliun, dan penyusutan modal sebesar 5,68% menjadi Rp55,91 triliun.

Sempat Berjaya hingga 2019

Investor saham tentu tidak lupa ketika saham GGRM, bersama emiten rokok lainnya, mengalami masa jaya di bursa.

Melantai sejak 1990, harga saham GGRM terus dalam tren menanjak hingga akhirnya mencapai puncaknya pada penutupan 4 Maret 2019, ketika saham ini menembus Rp94.400/saham. Saat itu, kapitalisasi pasar (market cap) GGRM pun menyentuh Rp181,63 triliun, masuk jajaran elite.

Namun, semenjak itu, harga saham GGRM cenderung merosot hingga hari ini. Market cap-nya pun menjauh dari club big cap Rp100 triliun, setidaknya sejak Maret 2020 (bertepatan dengan munculnya Covid-19). (Lihat tabel di bawah ini.)

Pita Cukai Rokok ‘Biang Kerok’ Laba Merosot?

Penjelasan yang paling memadai soal tren penurunan saham GGRM adalah soal performa keuangan Gudang Garam yang tidak menawarkan growth story mentereng di tengah semakin matangnya perusahaan.

Kenaikan cukai rokok yang agresif selama era Presiden Jokowi (periode pertama sampai saat ini) bisa menjadi salah satu kambing hitamnya.

Sejak 2015, pemerintah rerata menaikkan cukai rokok 12,5% dengan total kenaikan sejak tahun ini mencapai lebih dari 70%.

Tak pelak lagi, kenaikan cukai membuat beban pokok penjualan GGRM membengkak. Ini lantaran beban pita cukai, PPN, dan pajak rokok menyumbang mayoritas dari total porsi beban penjualan GGRM. (Lihat tabel di bawah ini.)

Pada gilirannya, beban pokok yang terus menanjak turut menggerus laba kotor dan juga ikut menekan marjin laba bersih atawa NPM perusahaan. (Lihat tabel di bawah ini.)

(ADF)

Halaman : 1 2 3 4 5
Advertisement
Advertisement