IDXChannel - Inggris masih dalam masa berkabung pasca meninggalnya Ratu Elizabeth II, pada Kamis (8/9/2022) lalu. Sejumlah aktivitas masyarakat, mulai dari pemerintahan, ekonomi dan sejumlah sektor lain, masih ditangguhkan sejenak untuk menghormati pihak kerajaan yang masih dalam suasana duka.
Meski demikian, di tengah suasana berkabung tersebut, masyarakat Inggris tetap diliputi kekhawatiran jelang bakal dirilisnya data Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi dan angka penjualan ritel terbaru. Perekonomian domestik The Black Country diyakini semakin rapuh dengan belanja konsumen yang terus menurun seiring lonjakan biaya hidup, terlebih dengan perlambatan aktivitas selama masa berkabung.
Sejumlah ekonom kota memperkirakan inflasi bakal kembali merangkak naik ke level 10,2 persen pada Agustus 2022, melanjutnya tren buruk pada Juli 2022, di mana catatan inflasi 10,1 persen menjadi catatan rekor tertinggi pada 40 tahun terakhir.
Perkiraan didasarkan pada harga eceran di tingkat toko perbelanjaan yang terus melambung, termasuk juga tagihan energi yang semakin membumbung, menjadi tekanan terhadap perekonomian di level rumah tangga, terutama bagi kalangan rentan.
Sebagaimana dilansir The Guardians, Minggu (11/9/2022), proyeksi inflasi yang naik 0,1 persen tersebut muncul seiring kebijakan Bank Sentral Inggris (Bank of England/BoE) yang menunda keputusan kenaikan suku bunga lebih lanjut dari level 1,75 persen saat ini, membuat laju inflasi dinilai semakin tak tertahan.
Meski penundaan dilakukan guna menghormati kepada Sang Ratu, namun pasar dinilai tidak bisa menunggu sesuatu yang sifatnya seremonial semacam itu, Termasuk juga langkah sejumlah lembaga keuangan dan juga serikat pekerja yang membatalkan atau menunda sejumlah acara besar hingga 22 September mendatang, padahal momen tersebut dinilai bisa membantu menggerakkan perekonomian sektor riil yang sedang lesu.
Meski begitu, momen pemakaman Ratu yang bakal dilakukan pada Senin (19/9/2022) mendatang juga dinilai bakal cukup menguntungkan dunia bisnis, lantaran perjalanan ke dan dari London hampir dipastikan bakal sangat sibuk, oleh gelombang para pelayat yang ingin melepas kepergian Sang Pemimpin untuk terakhir kalinya.
Hari libur dalam masa berkabung juga bisa dianggap cukup menguntungkan bagi penjualan ritel dan belanja perhotelan, namun, hal itu juga berarti menurunnya output bulanan seiring dengan berhentinya aktivitas perbankan. Angka resmi telah menunjukkan penurunan PDB pada hari libur sebelumnya, termasuk perayaan emas dan berlian Ratu masing-masing pada tahun 2002 dan 2012 lalu.
Kepala Ekonom di Pialang City Panmure Gordon, Simon French, menyebut bahwa masa libur di awal tahun ini saja telah telah menurunkan output ekonomi setidaknya £2 miliar.
"Ada beberapa persamaan untuk saat ini, dan itu membuat proyeksi (perekonomian) menjadi sangat sulit. Kita tidak sedang berbicara semata-mata masa libur perbankan, namun juga berhentinya aktivitas perekonomian secara berkepanjangan," tegas French. (TSA)