IDXChannel – Sektor konsumen mengalami banyak tekanan pada 2022 seiring tingginya inflasi dan lonjakan harga komoditas. Pada 2023, sektor ini diproyeksikan akan memiliki peluang untuk bangkit seiring potensi menjelang pemilu 2024.
Tingginya inflasi di 2022 berdampak signifikan bagi sektor konsumen. Melansir data Bank Indonesia (BI), inflasi Tanah Air di tahun 2022 mencapai puncaknya pada September, yakni hingga 5,95 persen.
Namun demikian, BI mencatat, hingga Desember 2022, angka inflasi sudah turun menjadi 5,51 persen.
Inflasi yang melambung turut memengaruhi perilaku konsumen seiring sektor konsumen yang tertekan di 2022 akibat lonjakan harga komoditas global.
Adapun, menurut riset Ciptadana bertajuk “Equity Market Outlook: Optimism Amidst Uncertainy” yang dirilis pada 27 Oktober 2022, menyebutkan, memasuki 2023, sektor bahan pokok akan mengalami hambatan.
Ini sejalan dengan harga bahan bakar yang melambat menjadi 3,3 persen di 2023 sebagai akibat inflasi domestik yang diperkirakan BI akan mencapai 6 persen di tahun penuh 2022.
“Inflasi yang tinggi menyebabkan kenaikan harga yang tidak merata sehingga memengaruhi pola belanja konsumen hingga mengurangi daya beli masyarakat,” tulis Ciptadana dalam risetnya.
Hal tersebut sejalan dengan survei Nielsen, dikutip dalam riset Ciptadana, yang menyebutkan, pola belanja konsumen kedepannya bakal berubah seiring melonjaknya inflasi karena mereka memilih harga terendah dan mengandalkan promosi.
Akan tetapi, pola ini menyebabkan konsumen lebih memprioritaskan kebutuhan sehari-hari sehingga industri konsumen menaikkan harga jualnya.
“Kami yakin hal tersebut akan menguntungkan sektor konsumen kebutuhan pokok di 2023,” tulis riset tersebut.
Berbeda dengan Ciptadana, riset Mirae Asset Sekuritas bertajuk “Indonesia Strategy 2023 Outlook: Election Boosters” yang diterbitkan pada Selasa (6/12) menyebutkan, sektor konsumen non-siklus akan lebih menguntungkan di tahun 2023.
Menurut Mirae Asset, sektor konsumen non-siklus akan memeroleh peningkatan margin dan pertumbuhan pendapatan yang lebih baik di 2023 sebagai dampak dari harga jual yang lebih tinggi dan normalisasi biaya produksi.
Di samping itu, adanya pemilu presiden, legislatif, hingga kepala daerah hingga tahun 2024 juga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen hingga belanja konsumen di masa pra-pemilu.
Senada dengan Mirae Asset, BRI Danareka Sekuritas dalam risetnya yang dirilis pada Desember 2022 dengan judul “Market Outlook” mengatakan, dalam dua tahun menjelang pemilu, perusahaan konsumen tercatat membukukan pertumbuhan yang stabil.
Menurut BRI Danareksa Sekuritas, pendapatan emiten konsumen di tahun 2009 tumbuh hingga 14,2 persen sebelum pemilu. Kemudian, di tahun 2014, perusahaan industri ini juga mengalami pertumbuhan yang lebih kuat, yakni mencapai 16 persen.
Kendati demikian, pertumbuhan perusahaan konsumendi tahun 2019 justru melemah dibanding tahun 2014, yakni hanya bertumbuh sebesar 7,3 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)
Sedangkan, BRI Danareksa juga memproyeksikan, di tahun 2023 mendatang sektor ini akan kembali diuntungkan dari adanya pemilu.
“Kami yakin perusahaan konsumen akan diuntungkan dari kegiatan ekonomi yang kembali normal, pertumbuhan ekonomi yang solid, hingga kenaikan omzet menjelang periode pemilu,” tulis BRI Danareksa dalam risetnya.
Di samping itu, BRI Danareksa juga memilih PT Mayora Indah Tbk (MYOR) sebagai pilihan utama emiten konsumen seiring potensi keuntungan dari pelaksanaan pemilu.
Menurut penilaian BRI Danareksa, selama tiga periode pemilu sebelumnya, MYOR mencatatkan pertumbuhan pendapatan bersih yang paling kuat di antara emiten konsumen lainnya sebelum periode pemilu.
“Untuk 2023, manajemen optimistis akan rekam jejak pertumbuhan yang solid dengan margin yang lebih tinggi dan biaya input yang lebih rendah,” tulis riset tersebut.
Di samping itu, BRI Danareksa juga memilih PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) sebagai pilihan teratas sektor ini, mengingat posisi perusahaan sebagai pemimpin pasar mie instan Tanah Air dengan pertumbuhan keuangan yang stabil.
Selain dua emiten yang disebutkan di atas, emiten konsumen lainnya yang turut potensial di tahun 2023 adalah PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).
Keuangan Masih Bertumbuh
Kendati menghadapi lonjakan harga komoditas hingga terdampak inflasi, emiten konsumen masih mencatatatkan pertumbuhan pendapatan bersih dan laba bersih hingga kuartal III-2022.
Melansir laporan keuangan emiten, ICBP mencatatkan pertumbuhan pendapatan bersih paling moncer di antara emiten konsumen lainnya, yakni melesat 14,75 persen secara year on year(yoy).
Adapun, pendapatan bersih yang dibukukan ICBP di periode ini sebesar Rp48,91 triliun.
Melesatnya pendaptan bersih ICBP di 9 bulan 2022 ditopang oleh meningkatnya sejumlah segmen pendapatan secara yoy.
Menurut laporan keuangannya, penjualan pihak ketiga ICBP melesat hingga 20,12 persen menjadi Rp20,25 triliun di 9 bulan 2022.
Selain itu, penjualan pihak berelasi juga meningkat 11,24 persen dari Rp25,77 triliun di 9 bulan 2021 menjadi Rp28,66 triliun di 9 bulan 2022.
Bila dirinci, penjualan pihak berelasi dari PT Indomarco Adi Prima (IAP) menyumbang pendapatan terbesar di segmen ini, yakni mencapai Rp3,72 triliun dengan persentase kenaikan secara yoy sebesar 29,15 persen.
Sementara, pendapatan dari Salim Wazaran Barashy Food Co. Ltd. mencatatkan pertumbuhan yang paling besar, yakni meroket hingga 126,12 persen secara yoy menjadi Rp42,58 miliar.
Meski pendapatan bersih emiten melesat di periode ini, ICBP justru mencatatkan laba bersih yang terkontraksi paling dalam di antara emiten konsumen lainnya. Adapun, laba bersih ICBP di 9 bulan 2022 anjlok hingga 33,41 persen menjadi Rp3,31 triliun.
Sedangkan, emiten dengan pertumbuhan laba bersih paling tinggi di kategori sektor konsumen adalah MYOR, yakni mencapai 10,92 persen. Adapun, laba bersih yang dibukukan di 9 bulan 2022 sebesar Rp1,08 triliun (Lihat tabel di bawah ini.)
Sementara, di periode ini MYOR memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp22,23 triliun atau melesat hingga 11,78 persen secara yoy.
Di samping mencatatkan pendapatan bersih yang melesat, MYOR juga berhasil menekan beban usaha dan beban penjualan perusahaan sehingga laba bersih MYOR dapat meningkat di periode ini.
Bila ditelisik lebih lanjut, beban usaha MYOR di periode ini menyusut 9,97 persen, dari Rp3,64 triliun di 9 bulan 2021 menjadi Rp3,28 triliun di 9 bulan 2022.
Selain itu, beban penjualan dan beban pajak MYOR juga turun di periode ini masing-masing sebesar 9,94 persen dan 0,20 persen.
Adapun, beban penjualan yang dicatatkan MYOR di 9 bulan 2022 mencapai Rp2,76 triliun sedangkan beban pajaknya sebesar Rp296,38 miliar.
Selain kedua emiten yang disebutkan di atas, terdapat emiten lainnya yang membukukan kinerja positif di 9 bulan 2022.
Emiten tersebut salah satunya adalah UNVR yang baik pendapatan bersih dan laba bersihnya masing-masing meningkat sebesar 5,03 persen dan 5,31 persen.
Melansir laporan keuangan emiten di 9 bulan 2022, UNVR mencatatkan pendapatan bersih sebesar Rp31,54 triliun. Sementara, laba bersih yang dibukukan emiten mencapai Rp4,61 triliun.
Terakhir, INDF juga mencatatkan pendapatan bersih yang melesat hingga 11,01 persen di 9 bulan 2022 menjadi Rp80,82 triliun.
Kendati pendapatan bersih perusahaan meningkat, INDF justru membukukan laba bersih yang terkontraksi hingga 14,11 persen secara yoy. Adapun, laba bersih yang diperoleh INDF di periode ini sebesar Rp4,65 triliun.
Kinerja Saham dan Prospek Emiten di 2023
Emiten konsumen masih mencatatkan kinerja saham yang positif sepanjang tahun 2023.
Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (5/1), ICBP memimpin kinerja saham emiten konsumen yang melesat sebesar 2,25 persen secara year to date(YTD).
Selain memiliki kinerja saham terbaik dalam kategori emiten konsumen, ICBP juga memiliki prospek menarik di 2023.
Sebagaimana dikutip dalam riset Mirae Asset, ICBP menjadi pilihan analis karena pemulihan margin laba dari emiten yang akan berlanjut di tahun 2023 sebagai normalisasi harga gandum dan Crude Palm Oil (CPO) yang dapat meringankan biaya produksinya.
Selain itu, pertumbuhan pendapatan diproyeksi bakal lebih tinggi hingga beberapa kuartal sebelum pemilu dilaksanakan.
Selain memilih ICBP, Mirae Asset juga memilih MYOR sebagai saham unggulan di sektor ini. Menurut Mirae Asset, MYOR berpotensi mendapatkan keuntungan dari melemahnya Rupiah karena 45 persen pendapatannya berasal dari pasar ekspor.
“Rencana MYOR dalam meningkatkan penjualan sebesar 3-5 persen dari harga per gram produknya di kuartal IV-2022 akan meningkakan margin keuntungannya hingga 18-20 persen dari penjualan per gram harga produknya pada tahun 2022,” tulis riset tersebut.
Selain itu, normalisasi harga gandum, CPO, hingga harga kopi juga dapat mendorong penghasilan emiten ini di 2023.
Adapun, BEI mencatat, saham MYOR juga masih bertumbuh hingga 2 persen sepanjang tahun 2023. Ini menjadi kinerja saham terbaik emiten konsumen kedua setelah ICBP. (Lihat grafik di bawah ini.)
Tak hanya dua emiten unggulan di atas, emiten lain di sektor konsumen juga mencatatkan kinerja saham positif secara YTD.
Melansir data BEI pada penutupan Kamis (5/1), saham INDF naik sebesar 1,86 persen secara YTD. Sementara, saham UNVR juga masih bertumbuh 0,64 persen sepanjang 2023.
Dengan demikian, sektor konsumen berpotensi memiliki kinerja yang positif di tahun 2023 didukung dengan sejumlah peluang yang dapat menjadi katalis positif bagi pergerakan sahamnya di tahun ini.
Periset: Melati Kristina
(ADF)