sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Menanti Taji Primaya Hospital, Calon Anggota Baru Konglomerasi RS di Bursa

Market news editor Melati Kristina - Riset
31/10/2022 06:30 WIB
Sederet taipan Tanah Air menguasai rumah sakit di Indonesia yang tercatat di bursa. Teranyar ada RS Primaya yang akan melantai di Bursa Efek Indonesia.
Menanti Taji Primaya Hospital, Calon Anggota Baru Konglomerasi RS di Bursa. (Foto: MNC Media)
Menanti Taji Primaya Hospital, Calon Anggota Baru Konglomerasi RS di Bursa. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Rumah sakit di Indonesia dikuasai oleh berbagai taipan Tanah Air yang berekspansi di industri kesehatan ini. Terdapat berbagai emiten rumah sakit milik taipan  yang tercatat di bursa.

Teranyar, pengelola Rumah Sakit (RS) Primaya akan segera melantai (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Melalui PT Famon Awal Bros Sedaya Tbk (PRAY), RS Primayasedangmelakukan penawaran saham perdana atawainitial public offering (IPO) demi listing di awal November 2022 mendatang.

Berdasarkan prospektus IPO perusahaan, Primaya akan menawarkan saham sebanyak-banyaknya 302,22 juta saham atau sebesar 2,28 persen dari modal ditempatkan dan disetor. Sedangkan harga penawarannya sekitar Rp900/saham hingga Rp950/saham.

Perseroan juga akan mengincar dana segar sebesar Rp287,11 miliar. Rencananya, sebanyak 50 persen dari dana tersebut akan digunakan sebagai dana tambahan perolehan tanah untuk pembangunan rumah sakit di kota-kota besar di Sumatera dan Jawa.

Sementara, 25 persen lainnya untuk tambahan biaya pengembangan gedung dan layanan rumah sakit yang telah ada. Kemudian, sisanya digunakan untuk dana tambahan pembiayaan pembangunan gedung rumah sakti baru.

Menurut manajemen, pelaksanaan IPO tersebut bertujuan untuk pengembangan Primaya Hospital Group. Perseroan juga berupaya menyasar segmentasi dengan pangsa pasar yang lebih luas.

Bersamaan dengan IPO, perusahaan rumah sakit ini akan menerbitkan sebanyak 697 saham biasa atas nama, dalam rangka pelaksanaan obligasi wajib konversi alias Mandatory Convertible Bond (MCB) kepada Archipelago Investment Pte. Ltd.

Adapun MCB tersebut diterbitkan berdasarkan Mandatorily Convertible Bond Subscription Agreement (MCB Archipelago) pada 18 April 2022 dengan nilai pokok nominal sebesar Rp627 miliar.

Dengan dilaksanakannya MCB Archipelago dan terjualnya seluruh saham yang ditawarkan dalam IPO, persentase kepemilikan masyarakat akan menjadi sebanyak 2,17% dari modal ditempatkan dan disetor perseroan, setelah pelaksanaan IPO dan konversi MCB.

Taipan di Balik Emiten Rumah Sakit Tanah Air

Di balik rencana Primaya untuk IPO, emiten ini dikendalikan oleh sejumlah nama besar. Seperti Arfan Awaloedin yang merupakan pemilik saham dari jaringan RS Awal Bros. Ia merupakan anak H. Awaloedin yang merupakan pendiri dari RS Awal Bros.

Selain itu, Primaya juga dikendalikan oleh Saratoga Investama yang turut dimiliki oleh Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya.Saratoga tercatat menjadi pemilik saham Primaya pada Oktober 2016. Sementara nilai investasi yang ditanamkan emiten tersebut di Primaya mencapai Rp75 miliar.

Menurut prospektus, saham Primaya dikendalikan oleh PT Famon Obor Maju yang kepemilikan sahamnya mencapai 55,14 persen.

Di samping itu pemilik saham Primaya lainnya adalah PT Awal Bros Citra Batam (23,69 persen), PT Sehat Abadi Cemerlang (15,33 persen), dan PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) (3,06 persen).

Selain perusahaan di atas, Yos Effendi Susanto selaku penerima manfaat terakhir atau ultimate beneficiary owner(UBO), juga menggenggam saham Primaya sebanyak 2,78 persen. Asal tahu saja, Yos merupakan Komisaris Utama Primaya Hospital.

Selain Primaya, terdapat beberapa emiten lain yang turut dikendalikan oleh konglomerat asal Indonesia.

Salah satunya, yakni PT Mitra Keluarga Karya Sehat Tbk(MIKA), emiten pengendali RS Mitra Keluarga yang dikuasai oleh Boenjamin Setiawan. Adapun pria tersebut pernah tercatat masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia.

Menurut Forbes, Boenjamin masuk dalam kategori 50 orang terkayadi Tanah Air. Per Desember 2021, kekayaan Boenjamin mencapai USD4,2 miliar atau senilai dengan Rp65,10 triliun (asumsi kurs Rp15.500/USD).

Selain memiliki MIKA, Boenjamin juga memiliki raksasa farmasi Tanah Air yakni PT Kalbe Farma Tbk (KLBF).

Selanjutnya yaitu RS Hermina atau PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) yang sahamnya turut dikuasai olehkonglomerasi Grup Astra. Pada awal 2022, emiten otomotif PT Astra International Tbk (ASII) memborong saham HEAL melalui private placement sebanyak 30 juta saham.

Sedangkan per 10 Oktober 2022, kepemilikan saham ASII di HEAL terus bertambah menjadi 7,44 persen.

Emiten rumah sakit berikutnya yang dikuasai oleh konglomerasi yaitu PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME). SAME merupakan emiten dari RS EMC, yang dahulunya bernama RS Omni Hospitals.

Adapun emiten ini dikuasai oleh konglomerasi Grup Emtek, yakni PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK). Per 30 September 2022, kepemilikan EMTK di SAME mencapai 76,36 persen.

Masuknya Emtek ke SAME memperluas lini bisnis perusahaan di bidang industri dan jasa layanan kesehatan di Indonesia. Asal tahu saja, Emtek merupakan perusahaan konglomerasi yang merupakan pemilik media SCTV dan Indosiar.

Selain emiten-emiten di atas,PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) dan PT Sejahtera Anugrahjaya Tbk (SRAJ) turut dikendalikan oleh konglomerat.

SILO, yakni emiten milik RS Siloam Hospitals dikendalikan oleh Grup Lippo yang didirikan oleh Mochtar Riady. Sementara SRAJ, emiten dari RS Mayapada dikendalikan oleh Dato Sri Tahir yang merupakan menantu dari Mochtar Riady.

Terakhir yaitu PT Kedoya Adyaraya Tbk (RSGK) yang merupakan emiten dari RS Grha Kedoya, dikendalikan oleh Hungkang Sutedja.

Tercatat, Hungkang Sutedja merupakan UBO dari emiten rumah sakit ini. Selain itu, Hungkang Sutedja juga menjabat sebagai Komisaris Utama Kedoya Adyaraya.

Informasi saja, Hungkang Sutedja merupakan anak dari The Ning King, yakni taipan Tanah Air yang memiliki sejumlah perusahaan di bidang tekstil, industri baja, pertambangan, energi, hingga pertanian.

Melansir Forbes, The Ning King masuk dalam 50 orang terkaya di Indonesia pada 2017 lalu. Di tahun tersebut, kekayaan The Ning King mencapai USD450 juta atau setara dengan Rp6,97 triliun.

Kekuatan Bisnis Rumah Sakit

Dari segi kekuatan bisnis, per 2021, HEAL memiliki jumlah rumah sakit terbanyak yakni mencapai 42 rumah sakit yang tersebar di seluruh Indonesia. Sementara SILO memiliki rumah sakit sebanyak 40 rumah sakit.

Sedangkan emiten lain yaitu MIKA, PRAY, dan SAME memiliki rumah sakit masing-masing sebanyak 26, 14, dan 8 rumah sakit.

Sementara dari ketersediaan tempat tidur operasional, HEAL memilki jumlah tempat tidur terbanyak yaitu 5.527 unit per tahun 2021. Sedangkan SILO dan MIKA masing-masing memiliki tempat tidur sebanyak 3.687 dan 3.250 unit. (Lihat grafik di bawah ini.)

Selain emiten-emiten tersebut, PRAY memiliki ketersediaan tempat tidur mencapai 1.450 unit. Sedangkan SAME memiliki jumlah tempat tidur operasional paling sedikit sebanyak 995 unit.

Sementara dari kapasitas tempat tidur, SILO memiliki kapasitas paling banyak yaitu mencapai 8.450 unit. Sementara MIKA, kapasitas tempat tidurnya mencapai 3.979 unit.

Kinerja Keuangan Terkontraksi Meski Saham Masih Melesat

Berdasarkan kinerja keuangan emiten, seluruh emiten rumah sakit mencatatkan penurunan pendapatan bersih hingga laba bersih dibanding semester I-2021.

Kendati demikian, emiten yg mencatatkan penurunan pendapatan bersih dengan persentase terendah adalah SAME, yakni minus 1,54 persen menjadi Rp637,92 miliar.

Meski penurunan pendapatan bersih paling rendah, SAME justru membukukan rugi bersih di periode ini. Rugi bersih yang dibukukan yaitu Rp24,77 miliar. Padahal, di semester I-2021, SAME masih mencetak laba bersih sebesar Rp87,90 miliar.

Selain SAME, SILO dan MIKA juga memiliki pendapatan bersih dan laba bersih yang terkontraksi secara year on year (yoy).

Berdasarkan laporan keuangan emiten, pendapatan bersih SILO merosot di minus 4,93 persen menjadi Rp4,41 triliun. Sementara laba bersihnya juga anjlok minus 30,52 persen menjadi Rp210,30 miliar.

Sedangkan MIKA, baik pendapatan bersih maupun laba bersihnya juga merosot masing-masing di minus 13,27 persen dan minus 13,98 persen.

Adapun pendapatan bersih yang diperoleh emiten tersebut di semester I-2022 adalah Rp2,07 triliun. Sementara laba bersihnya turun menjadi Rp529,76 miliar di periode ini. (Lihat tabel di bawah ini.)

Selain itu, HEAL pendapatan bersihnya juga merosot menjadi Rp2,33 triliun atau terkontraksi di minus 24,82 persen. Sedangkan laba bersihnya ambles hingga minus 69,82 persen menjadi Rp164,39 miliar.

Bernasib sama dengan emiten di atas, pendapatan bersih Primaya dalam empat bulan pertama 2022 juga terkontraksi hingga minus 29,71 persen menjadi Rp481,20 miliar. Sementara laba bersihnya juga ambruk menjadi Rp28,01 miliar atau merosot hingga minus 87,98 persen yoy.

Amblesnya pendapatan dan laba bersih Primaya disebabkan oleh merosotnya berbagai segmen pendapatan disertai meningkatnya biaya potongan pendapatan.

Adapun segmen pendapatan yang turun paling siginifikan yaitu penunjang medis rawat inap yang mencapai minus 41,58 menjadi Rp173,75 miliar.

Sementara segmen pendapatan lainnya seperti pelayanan pasien rawat inap serta pendapatan laboratorium juga merosot masing-masing di minus 21,58 persen dan minus 38,51 persen.

Selain itu, turunnya pendapatan Primaya juga disebabkan oleh membengkaknya biaya selisih penghitungan klaim yaitu sebesar Rp30,58 miliar atau melesat hingga 142,66 persen. Sementara biaya restitusi juga turut meningkat 38,65 persen menjadi Rp5,46 miliar.

Meskipun kinerja keuangan semua emiten rumah sakit di atas masih mencatatkan penurunan pendapatan hingga laba bersih, emiten-emiten tersebut masih memiliki kinerja saham yang positif sepanjang tahun 2022.

Melansir data BEI pada penutupan Rabu (26/10), kinerja saham secara year to date (YTD) HEAL memimpin emiten rumah sakit lainnya dengan kenaikan harga saham melesat menjadi 39,27 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Menyusul HEAL, MIKA juga mencatatkan kinerja saham yang meningkat sepanjang tahun 2022. Menurut data BEI pada periode yang sama, saham MIKA naik hingga 31,86 persen secara YTD.

Kendati dua emiten di atas mampu mencatatkan kinerja saham positif secara YTD, dua emiten rumah sakit lainnya yakni SILO dan SAME justru mencatatkan harga saham yang terkontraksi sepanjang 2022.

Harga saham SILO sepanjang 2022, menurut data BEI per Rabu (26/10) terkontraksi hingga minus 5,31 persen.

Sedangkan SAME, di periode yang sama, kinerja sahamnya justru merosot hingga minus 20,54 persen sepanjang tahun 2022. Ini menjadi kinerja saham paling buruk di antara emiten rumah sakit yang disebutkan di atas.

Industri Rumah Sakit Punya Prospek Menarik

Meski sejumlah emiten mencatatkan kinerja saham dan keuangan yang masih terkontraksi, industri rumah sakit masih memiliki prospek menarik kedepannya.

Melansir prospektus Primaya, menurut laporan dari World Bank pada 2021, ketersediaan tempat tidur rumah sakit di Indonesia hanya 1,2 tempat tidur per 1.000 penduduk. Sedangkan ketersediaan dokter per 1.000 penduduk hanya mencapai 0,4 dokter.

Padahal, WHO merekomendasikan setiap negara untuk memiliki rasio ketersediaan tempat tidur terhadap populasi mencapai 5 tempat tidur per 1.000 penduduk.

Dengan demikian, jumlah rumah sakit di Indonesia masih tergolong rendah, namun di sisi lain terdapat permintaan yang tinggi akan tempat tidur rumah sakit.

Di samping itu, belum meratanya pelayanan kesehatan yang memiliki kualitas pelayanan yang baik menjadi peluang bagi industri rumah sakit khususnya emiten-emiten tersebut untuk berekspansi di sejumlah daerah di Tanah Air.

Mengingat, sebagaimana disebutkan oleh Lembaga Akreditasi Mutu Keselamatan Pasien Rumah Sakit, di tahun 2021 hanya 78 persen dari 3.145 rumah sakit di Indonesia yang memiliki akreditasi sehingga mutu pelayanan kesehatan menjadi tidak merata.

Adapun pengelola Primaya, Yos Effendi Susanto meyakni, sektor kesehatan masih memiliki prospek yang cerah kedepannya walaupun kondisi ekonomi bergejolak.

“Industri rumah sakit sudah kembali seperti semula. Bahkan, lebih baik dari sebelumnya karena pasca pandemi, masyarakat lebih sadar akan kesehatan,” kata Yos dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (17/10).

Sedangkan CEO RS Primaya, yaitu Leona Karnali menyebutkan, prospek bisnis di bidang kesehatan di Indonesia terus meningkat, terutama industri rumah sakit.

“Hal itu didorong oleh kesadaran masyarakat akan kesehatan yang semakin tinggi, pangsa pasar yang luas dan bertumbuh, yang juga dapat memperkuat potensi bisnis rumah sakit sebagai ujung tombak sektor kesehatan,” kata Leona.

Oleh karena itu, industri rumah sakit masih memiliki prospek yang menarik kedepannya karena adanya permintaan yang tinggi akan layanan kesehatan di tengah rendahnya mutu pelayanan kesehatan di Tanah Air.

Periset: Melati Kristina

(ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement