sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Mengais Cuan Saham Energi sebelum Euforia Berakhir

Market news editor Melati Kristina - Riset
13/02/2023 06:30 WIB
Saham sektor energi cenderung loyo seiring merosotnya harga komoditas di sepanjang 2023.
Mengais Cuan Saham Energi sebelum Euforia Berakhir. (Foto: MNC Media)
Mengais Cuan Saham Energi sebelum Euforia Berakhir. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Saham sektor energi cenderung loyo di awal 2023 seiring dengan usainya boom komoditas pada tahun lalu. Oleh karena itu, investor perlu mencermati prospek emiten di industri ini kedepannya.

Melansir data Bursa Efek Indonesia, indeks sektor energi, yakni IDX Sector Energy mengalami kontraksi hingga 7,78 persen sepanjang 2023.

Turunnya saham-saham di sektor ini terjadi di tengah harga komoditas seperti batu bara hingga minyak bumi yang merosot di awal tahun ini.

Melansir riset UOB KayHian bertajuk “Company Update: Indo Tambangraya Megah” yang dirilis pada Rabu (8/2), harga batu bara sudah turun lebih dari 40 persen menjadi USD230-250/ton di awal Februari. Di samping itu, harga tersebut berada di level terendah sejak April tahun 2022 lalu.

Sementara, data Tradingeconomics per Jumat (10/2) mengungkapkan, harga batu bara saat ini mencapai USD225,50/ton.

Secara year to date (YTD), harga komoditas batu bara sudah merosot hingga 5,69 persen. Bahkan, dalam sebulan belakangan, harga batu bara sudah ambles hingga 42,62 persen.

“Normalisasi harga batu bara berlangsung lebih cepat dari prediksi karena berkurangnya kekhawatiran akan kekurangan pasokan batu bara,” tulis riset tersebut.

Menurunnya harga komoditas dipengaruhi oleh sentimen dari China yang melanjutkan impor batu bara dari Australia sehingga mengurangi gangguan pasokan batu bara.

Di sisi lain, harga minyak bumi juga merosot di awal tahun 2023. Berdasarkan data Oilprice.com pada Jumat (10/2), harga minyak Brent sudah terkontraksi hingga 1,99 persen secara YTD menjadi USD84,20/bbl.

Sementara, harga minyak WTI juga terkoreksi hingga 3,20 persen ke level USD77,69/bbl.

Menurut penilaian DBS dalam risetnya yang dirilis pada 31 Januari 2023 dengan judul “Oil price: Beating recession blues?”, kekhawatiran inflasi, kenaikan suku bunga, hingga perlambatan ekonomi global menyebabkan harga minyak melemah hingga di bawah USD80/bbl pada awal 2023.

“Meski begitu, permintaan dari China yang lebih baik sebagai dampak pembukaan perekonomian negara tersebut bisa memulihkan harga minyak menjadi sekitar USD85/bbl,” tulis riset tersebut.

DBS juga menjelaskan, pelemahan indeks Dolar Amerika Serikat (AS) juga membantu menghilangkan tekanan terhadap harga minyak.

Harga Komoditas Loyo, Kinerja Emiten Ikut Lesu?

Performa harga komoditas yang kurang bergairah di awal tahun memengaruhi kinerja emiten di sektor ini, terutama batu bara dan minyak bumi yang diproyeksi bakal ikut lesu seiring merosotnya harga komoditas.

Menurut riset UOB KayHian, peningkatan produksi dari China menyebabkan harga batu bara berada di bawah USD300/ton pada 2023, sehingga bakal memengaruhi kinerja emiten batu bara, khususnya PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).

Menurut perkiraan UOB KayHian, laba bersih ITMG pada kuartal IV-2022 akan menurun secara bulanan.

Sementara, untuk tahun 2023, UOB KayHian memprediksi laba bersih ITMG akan turun 29,8 persen menjadi USD826 juta atau setara Rp12,39 triliun dengan asumsi kurs Rp15.000/USD seiring dengan normalisasi harga batu bara di USD260-280/ton di tahun ini.

Adapun, ITMG juga diperkirakan akan membukukan pendapatan yang lebih rendah di tahun ini, yakni turun 22,3 persen yoy menjadi USD2,8 miliar (Rp42 triliun).

“Kami memperkirakan EBITDA ITMG pada 2023 akan turun 27,3 persen menjadi USD1,2 miliar (Rp18 triliun) dari USD1,7 miliar (Rp25,50 triliun) pada 2022,” tulis UOB KayHian dalam risetnya.

Kendati demikian, ITMG berencana untuk meningkatkan produksi batu yakni sebesar 5-8 persen yoy sesuai target pertumbuhan produksi batu bara pemerintah guna mengantisipasi harga komoditas yang melemah di tahun ini.

“Kami berharap, ITMG dapat mengubah target produksinya menjadi 17,7 juta ton pada 2023, atau naik hingga 5 persen yoy dari target produksi tahun lalu,” tulis riset tersebut.

Sementara, UOB KayHian masih optimistis bahwa ITMG dapat membukukan laba bersih yang meningkat secara tahunan meski menurun secara bulanan.

UOB KayHian berharap, pada kuratal IV-2022 laba bersih ITMG dapat meningkat 38,7 persen secara yoy menjadi USD283 juta (Rp4,24 triliun) kendati merosot 34,6 persen secara bulanan.

Selain ITMG, terdapat emiten lainnya yang diprediksi bakal mengalami penurunan pendapatan hingga laba bersih dikarenakan harga komoditas yang lesu pada 2023.

Adapun, riset UOB KayHian bertajuk bertajuk “Sector Update: Coal Indonesia” yang dirilis pada 19 Januari 2023 menyebutkan, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) bakal menyusul ITMG dalam membukukan kinerja yang terkontraksi pada 2023.

UOB KayHian memperkirakan, laba bersih ADRO kemungkinan akan anjlok 35,2 persen menjadi USD1,64 miliar (Rp24,60 triliun) pada 2023 dari USD2,49 miliar (Rp37,35 triliun) pada 2022 lalu.

Sedangkan, pendapatan bersih emiten ini pada 2023 juga diperkirakan akan merosot 19 persen dari pendapatan pada 2022 menjadi USD6,12 miliar (Rp91,80 triliun).

Dari sisi EBITDA, ADRO juga mencatatkan penurunan hingga 29,3 persen, dari USD4,13 miliar (Rp61,95 triliun) pada 2022 menjadi USD2,93 miliar (Rp43,95 triliun) pada 2023.

Seiring laba bersih kedua emiten tersebut merosot, harga saham ITMG maupun ADRO juga diporyeksi bakal menurun pada 2023.

Hingga penutupan perdagangan Kamis (9/2), BEI mencatat, harga saham ITMG sudah merosot hingga 9,35 persen secara YTD.

Bahkan, harga saham ADRO mengalami kontraksi paling dalam di antara emiten sektor energi lainnya, yakni mencapai 26,23 persen sepanjang 2023.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement