IDXChannel - Pemerintah akhirnya menunda pencatatan saham perdana (initial public offering/IPO) PT Pertamina Hulu Energi (PHE).
IPO Anak usaha PT Pertamina (Persero) itu di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelumnya ditargetkan tahun ini.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) I, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, keputusan penundaan IPO PHE setelah Kementerian BUMN melakukan penilaian kinerja Pertamina Group, termasuk melihat dinamika pasar modal saat ini.
Penurunan harga minyak juga menjadi sebab lain pemerintah menahan PHE untuk melantai di bursa saham.
Menurut Wamen BUMN, momentum IPO harus mempertimbangakan dinamika pasar dan harga minyak. Karena itu, aksi korporasi PHE di BEI menunggu waktu yang tepat.
"Kita lagi tunggu, karena momentum IPO ini kan dua sisi, market-nya dan harga minyaknya. Jadi kita akan ditunda sampai waktu-nya pas," ujar Tiko, sapaan akrabnya, saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2023).
Untuk meningkatkan nilai jual PHE, memastikan Tiko memastikan perusahaan fokus pada optimalisasi operasional. Salah satunya dengan mengeksplorasi sumur minyak baru.
"Karena kan sekarang harga minyak lagi turun, dan kita lihat memang kita akan fokus di operational improvement, jadi di PHE ini akan kita dorong untuk meningkatkan eksplorasi dan drilling-nya supaya produksi meningkat dan sumur-sumur baru bisa ditemukan," pungkas Tiko.
Lalu, bagaimana sebenarnya kondisi bisnis migas global dan kinerja sektor migas di Tanah Air?
Pergerakan Pasar Minyak Global
Bisnis minyak bumi dan gas (migas) global masih berjuang untuk mengembalikan harga minyak ke level di atas USD100 dolar per barel.
Pada perdagangan hari ini Kamis (27/7/2023), menurut data Investing.com, harga minyak berjangka Brent naik 1 persen di level USD 83,4 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 1,19 persen di level USD 79,69 per barel.
Namun, dalam setahun, harga minyak WTI masih terkontraksi 15,89 persen dan Brent terkontraksi 15,77 persen, mengacu data Trading Economics pada pukul 10.24 WIB.
Sebelumnya, harga minyak sempat mencatatkan kenaikan tertinggi pasa invasi Rusia ke Ukraina pada periode Maret-April tahun lalu. Harga minyak Brent sempat tembus USD123,2 per barel dan WTI sebesar USD119,4 per barel pada 7 Maret 2022. (Lihat grafik di bawah ini.)
Harga minyak masih berjuang mengembalikan tren bullish karena sejumlah sentimen sepanjang tahun ini. Empat sentimen utama yang paling mempengaruhi pergerakan harga minyak tahun ini, di antaranya:
- Pemotongan produksi OPEC dan Rusia
Negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC+ termasuk di antaranya Arab Saudi, pada Minggu (2/4/2023) mengumumkan pemangkasan produksi minyak sepanjang tahun ini.
Riyadh memastikan akan memotong volume produksi sebesar 500 ribu barel per hari (bph). Keputusan ini diberlakukan mulai Mei hingga akhir 2023.
Tak hanya Arab Saudi, Rusia juga mengikuti langkah tersebut dengan pemotongan produksi sebesar 500 ribu bph hingga akhir 2023.
Langkah Moskow dan Saudi tersebut diikuti oleh Uni Emirat Arab, Kuwait, Irak, Oman, dan Aljazair yang juga sepakat memangkas produksi selama periode waktu yang sama meski dengan volume yang berbeda.
Mengutip Voice of America (VOA), Uni Emirat Arab berencana memangkas produksi sebesar 144 ribu bph, Kuwait sebesar 128 ribu bph, sementara Irak sebesar 211 ribu bph dan Oman mengumumkan pemotongan 40 ribu bph. Aljazair sebesar 48 ribu bph.
Harga minyak diperkirakan akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang, mengikuti pengetatan di pasar global menyusul pemotongan pasokan oleh produsen terbesar dunia.
Arab Saudi dan Rusia baru-baru ini mengisyaratkan tingkat produksi yang lebih rendah untuk Agustus, dengan analis memperkirakan pengurangan pasokan berpotensi berlanjut hingga akhir September.
Data pada Rabu (26/7/2023) juga menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS menyusut kurang dari yang diharapkan dalam seminggu hingga 21 Juli.