Melalui prospektusnya, perseroan turut menyatakan bahwa nilai surat utang global yang akan diterbitkan diperkirakan mewakili 20 hingga 50 persen dari ekuitas perseroan setelah IPO oleh karenanya wajib tunduk pada POJK No. 17/2020.
Ahmad menilai, meningkatnya rasio utang terhadap ekuitas (DER) perseroan dalam penerbitan obligasi ini berisiko menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
“Ada risiko yang harus ditanggung kalau ternyata perkiraan dari revenue mereka meleset sedikit saja. Kalau project revenue, EBITDA dan lain-lain tidak kuat, lalu DER makin tinggi, maka kondisi keuangan mereka akan semakin buruk nantinya," ungkap Ahmad.
Sebelumnya, Menurut Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, komitmen pemerintah dalam mengurangi emisi karbon dengan mengoptimalkan energi bersih dapat menjadi peluang bagi PGEO untuk terus mengembangkan bisnisnya.
"Melalui dukungan pemerintah dan sumber pendanaan yang lebih murah lewat green financing, PGEO tidak perlu menunda ekspansinya. Upaya PGEO menyelesaikan pinjaman jangka pendek ini menjadi bukti bahwa green financing akan tetap menarik minat investor global," tutur Piter.