IDXChannel – PT Omni Inovasi Indonesia Tbk (TELE) resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Putusan ini menahan perdagangan saham TELE dalam status suspensi berkepanjangan, meninggalkan 10.733 investor yang masih menggenggam saham perseroan, termasuk investor kawakan Haiyanto.
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan bahwa penghentian perdagangan saham TELE di seluruh pasar dilanjutkan setelah menerima salinan putusan pengadilan dari PT Bank Mega Tbk selaku wali amanat obligasi perseroan. Kebijakan ini mengacu pada Peraturan Bursa Nomor I-L mengenai Suspensi Efek.
“Langkah ini ditempuh dalam rangka menjaga perdagangan efek yang teratur, wajar, dan efisien,” tulis BEI dalam pengumuman resmi nomor Peng-SPT-00010/BEI.PP2/11-2025, dikutip Jumat (7/11/2025). Bursa juga meminta seluruh pihak untuk terus memperhatikan keterbukaan informasi dari perseroan.
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) turut mengonfirmasi kabar ini kepada pemegang rekening. KSEI menyebut pengumuman dilakukan sebagai tindak lanjut surat dari Bank Mega terkait Obligasi Berkelanjutan I Tiphone Tahap II 2016 dan Tahap III 2017.
Dari data kepemilikan per 31 Agustus 2025, sebanyak 10.733 investor masih tercatat memiliki saham TELE. Salah satu yang menonjol adalah Haiyanto, investor pasar modal yang jarang terekspos media, dengan kepemilikan 607,3 juta lembar atau setara 8,31 persen.
Haiyanto juga diketahui memiliki porsi signifikan pada beberapa emiten lain, seperti Radiant Utama Interinsco (RUIS) 23,97 persen, Elnusa (ELSA) 6,22 persen, dan Modernland Realty (MDLN) 9,71 persen.
Sementara itu, pengendali utama TELE adalah PT Upaya Cipta Sejahtera dengan 30,36 persen kepemilikan, disusul PT PINS Indonesia (anak usaha Telkom Group) sebesar 24 persen. Sisanya, saham publik tersebar di bawah 5 persen per pemegang.
Harga saham TELE saat ini berada di level Rp9 per unit, menurut data per 10 November 2025, jauh dari posisi puncaknya Rp1.315 per unit pada 3 Juli 2017.
Kinerja Keuangan Menurun
Laporan keuangan terakhir menunjukkan penurunan signifikan kinerja TELE. TELE mencatat penurunan tajam pendapatan sepanjang paruh pertama 2025.
Berdasarkan laporan keuangan konsolidasian yang terakhir dilaporkan perusahan, emiten yang dulu dikenal dengan bisnis distribusi telekomunikasi ini membukukan pendapatan sebesar Rp295 miliar, anjlok dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp1,46 triliun.
Penurunan pendapatan membuat laba kotor TELE merosot menjadi hanya Rp1,1 miliar, jauh lebih rendah dibandingkan Rp10,9 miliar pada semester I-2024. Setelah memperhitungkan beban administrasi dan biaya keuangan, perseroan mencatat rugi bersih sebesar Rp27,3 miliar, meningkat dari rugi Rp18,9 miliar pada tahun sebelumnya.
Dari sisi neraca, total aset TELE per 30 Juni 2025 tercatat Rp93,75 miliar, sedikit turun dari Rp97,53 miliar pada akhir 2024. Aset lancar naik tipis menjadi Rp60,7 miliar, sementara aset tetap turun dari Rp35 miliar menjadi Rp28,3 miliar.
Namun, posisi liabilitas masih jauh lebih besar dibandingkan aset. Total liabilitas mencapai Rp4,83 triliun, sebagian besar berasal dari utang bank sebesar Rp3,18 triliun dan utang obligasi Rp866 miliar. Kondisi ini membuat TELE masih mencatat defisiensi modal sebesar Rp4,74 triliun, naik dari Rp4,71 triliun pada akhir tahun lalu.
Dari sisi arus kas, kegiatan operasi TELE menghasilkan arus kas negatif Rp4,17 miliar. Namun, perusahaan memperoleh tambahan dana dari penjualan aset tetap senilai Rp3,18 miliar.
Secara historis, kinerja TELE mulai tertekan sejak 2019, ketika perseroan mulai mencatatkan rugi bersih berturut-turut setelah sebelumnya konsisten membukukan laba sejak pencatatan saham perdana lebih dari 13 tahun lalu.
Profil TELE
PT Omni Inovasi Indonesia Tbk, sebelumnya dikenal sebagai PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk, berdiri pada 25 Juni 2008. Perseroan memulai usaha di bidang perdagangan perangkat telekomunikasi, mencakup penjualan telepon seluler, suku cadang, aksesori, serta layanan perbaikan.
Dalam perkembangannya, fokus usaha bergeser pada distribusi kartu perdana dan voucher isi ulang dari berbagai operator seluler di Indonesia.
Pada 2010, perseroan mendirikan dua entitas anak, PT Setia Utama Service dan PT Setia Utama Media Aplikasi, yang bergerak di bidang layanan perbaikan dan pengelolaan aplikasi. Selanjutnya pada 2011, perseroan mengakuisisi Telesindo Shop dan PT Excel Utama Indonesia untuk memperluas jaringan distribusi dan ritel.
Perseroan bekerja sama dengan sejumlah operator, termasuk Telkomsel dan XL Axiata, dalam pendistribusian produk prabayar. Saham perseroan resmi tercatat di BEI pada Januari 2012 dengan kode TELE.
Pada 2014, PT PINS Indonesia, anak perusahaan Telkom Group menjadi salah satu pemegang saham, sehingga pendistribusian produk Telkom menjadi salah satu fokus utama perseroan. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.