sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

OPEC+ Pangkas Produksi hingga 2 Juta Barel per Hari, Presiden AS Kecewa

Market news editor Febrina Ratna
06/10/2022 06:51 WIB
OPEC+ menyetujui pengurangan produksi minyak hingga 2 juta bph pada Rabu (5/10/2022). Pemerintah AS menilai keputusan tersebut sebagai langkah yang picik.
OPEC+ Pangkas Produksi hingga 2 Juta Barel per Hari, Presiden AS Kecewa. (Foto: MNC Media)
OPEC+ Pangkas Produksi hingga 2 Juta Barel per Hari, Presiden AS Kecewa. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - OPEC+ menyetujui pengurangan produksi minyak hingga 2 juta barel per hari (bph)  pada Rabu (5/10/2022). Hal itu bakal menyebabkan pasokan minyak di pasar semakin ketat.

Keputusan tersebut juga meresahkan bagi negara-negara Barat. Bahkan, Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyebut keputusan itu sebagai langkah yang picik.

Pemimpin de-facto OPEC, Arab Saudi, mengatakan pemotongan produksi 2 juta barel per hari (bph) sama dengan 2% dari pasokan global. Hal itu diperlukan sebagai upaya mengatasi kenaikan suku bunga di Barat dan ekonomi global semakin lemah.

Kerajaan itu menolak kritik bahwa mereka berkolusi dengan Rusia, yang termasuk dalam kelompok OPEC+, untuk mendorong harga lebih tinggi. Dia justru meuding nagara-negara Barat sering didorong oleh arogansi ketika mengkritik kelompok tersebut.

Gedung Putih mengatakan Presiden Joe Biden tengah mempertimbangkan untuk merilis stok minyak strategis lebih lanjut untuk menurunkan harga. "Presiden kecewa dengan keputusan picik OPEC+ untuk memangkas kuota produksi sementara ekonomi global menghadapi dampak negatif lanjutan dari invasi (Presiden Rusia Vladimir) Putin ke Ukraina," kata Gedung Putih dilansir dari Reuters, Kamis (6/10/2022).

Biden menghadapi peringkat persetujuan yang rendah menjelang pemilihan paruh waktu karena inflasi yang melonjak dan telah meminta Arab Saudi, sekutu jangka panjang AS, untuk membantu menurunkan harga.

Para pejabat AS mengatakan sebagian alasan Washington menginginkan harga minyak yang lebih rendah adalah untuk menghilangkan pendapatan minyak Moskow. Biden melakukan perjalanan ke Riyadh tahun ini tetapi gagal mendapatkan komitmen kerja sama yang kuat tentang energi. Hubungan semakin tegang karena Arab Saudi tidak mengutuk tindakan Moskow di Ukraina.

Pengurangan pasokan minyak yang diputuskan di Wina pada hari Rabu dapat memacu pemulihan harga minyak yang telah turun menjadi sekitar USD90 dari USD120 selama tiga bulan lalu terakhir. Hal itu terjadi karena kekhawatiran resesi ekonomi global, kenaikan suku bunga AS, dan dolar yang lebih kuat.

Menteri Energi Saudi Abdulaziz bin Salman mengatakan OPEC+ perlu proaktif karena bank sentral di seluruh dunia bergerak lambat dalam mengatasi inflasi yang melonjak dengan suku bunga yang lebih tinggi.

Adapun, pemotongan produksi  sebesar 2 juta barel per hari didasarkan pada angka-angka dasar yang ada. Selain itu, pemotongan produksi tersebut tidak akan terlalu dalam karena produksi OPEC+ telah turun sekitar 3,6 juta barel per hari dari target produksinya pada Agustus.

Kurangnya produksi terjadi karena sanksi Barat terhadap negara-negara seperti Rusia, Venezuela dan Iran, serta masalah produksi dengan produsen seperti Nigeria dan Angola. Pangeran Abdulaziz mengatakan pemotongan sebenarnya hanya 1,0-1,1 juta barel per hari.

Analis dari Jefferies mengatakan mereka memperkirakan angka tersebut pada 0,9 juta barel per hari, sementara Goldman Sachs mengatakan pada 0,4-0,6 juta barel per hari mengatakan pemotongan terutama akan datang dari produsen Teluk OPEC seperti Arab Saudi, Irak, Uni Emirat Arab dan Kuwait.

Dengan keputusan tersebut, benchmark minyak mentah Brent naik di atas USD93 per barel pada hari Rabu.

Di sisi lain, Barat telah menuduh Rusia menjadikan energi sebagai senjata, dengan melonjaknya harga gas dan perebutan untuk menemukan alternatif energi. Hal itu menciptakan krisis di Eropa yang dapat memicu penjatahan gas dan listrik musim dingin ini.

Moskow, sementara itu, menuduh Barat menjadikan dolar dan sistem keuangan seperti mekanisme pembayaran internasional SWIFT sebagai pembalasan atas pengiriman pasukan Rusia ke Ukraina pada Februari.

Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak, yang dimasukkan dalam daftar sanksi khusus warga negara AS minggu lalu, juga melakukan perjalanan ke Wina untuk berpartisipasi dalam pertemuan.

Novak tidak berada di bawah sanksi Uni Eropa. Dia dan anggota OPEC+ lainnya sepakat untuk memperpanjang kesepakatan kerja sama dengan OPEC satu tahun lagi hingga akhir 2023.

Pertemuan OPEC+ berikutnya akan berlangsung pada 4 Desember. OPEC+ akan pindah ke pertemuan setiap enam bulan, bukan pertemuan bulanan.

(FRI)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement