"Sementara itu, kami yakin akan banyak ancaman dari munculnya rokok ilegal yang beredar di pasaran akibat kenaikan cukai rokok yang terus dilakukan, yang dapat menganggu penerimaan cukai pemerintah," Rizal menambahkan.
"Kami memperkirakan volume penjualan industri rokok Indonesia pada 2023 secara keseluruhan mengalami penurunan 3,0% YoY menjadi 242 miliar batang," lanjutnya.
Selain itu, sambung Rizal, permintaan SKT masih positif di tengah downtrading yang masih berlangsung. Dari sisi perilaku konsumen yang sangat sensitif terhadap harga, maka tarif cukai akan semakin tinggi pada rokok tradisional pada 2024, diperkirakan akan menyebabkan beberapa pergeseran pasar.
"Kami mengantisipasi bahwa perokok berpenghasilan rendah kemungkinan besar akan beralih ke pilihan yang lebih terjangkau seperti Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Kretek Mesin (SKM) tier 2," terangnya.
Tren ini, diakui dia, mulai terlihat dari kenaikan volume penjualan dari produk rokok SKT dalam 4 tahun terakhir dengan CAGR +7,4% (2020-2023F), sedangkan untuk penjualan produk SKM dan SPT terus mengalami penurunan dalam 7 tahun terakhir dengan CAGR masing-masing sebesar -4,4% dan -7,6% (2016-2023)
Di sisi lain, Rizal menjelaskan, gap kenaikan cukai rokok tier 1 dan tier 2 semakin menipis. Di tengah perilaku downtrading konsumen rokok yang masih berlangsung, terlihat bahwa spread kenaikan cukai rokok antara tier I dan tier II semakin menipis, terutama pada periode 2023 dan 2024.