Kebijakan ini langsung mendapatkan protes keras, karena dikhawatirkan bakal menambah beban utang negara, sekaligus dinilai hanya menguntungkan kelompok masyarakat menengah ke atas saja. Atas penolakan tersebut, nilai tukar poundsterling terhadap dolar AS sempat merosot tajam, sehingga menambah risiko terjadinya resesi.
Kini, pasca pemecatan, Truss dikabarkan tetap melanjutkan upaya pemotongan pajak, namun tanpa didanai oleh paket ekonomi pemerintah. Kondisi Inggris saat ini dinilai sudah demikian mengkhawatirkan, hingga menuntut Truss untuk dapat bergerak cepat untuk melakukan penyelamatan.
Kondisi Inggris saat ini oleh sebagian pihak sudah dianggap mirip dengan perang industri yang terjadi tahun 1970-an. Keputusan berpisah dengan Uni Eropa pada 2016 lalu juga disebut mempersulit keadaan, dan telah 'menelan korban' tiga perdana menteri, sekaligus menghapus reputasi sebagai negara dengan kondisi ekonomi yang terprediksi.
"Ini menandai pertama kalinya dalam beberapa dekade, setidaknya sejak tahun 90an, bahwa pasar keuangan telah memaksa pemerintah dari ekonomi maju yang besar dengan bank sentralnya sendiri untuk menyerah pada ambisi fiskal inti," ujar Analis di konsultan Evercore, dalam laporan Reuters. (TSA)
Penulis: Ribka Christiana