IDXChannel – Media sosial ramai membahas soal isu potensi kenaikan harga mi instan sampai 3 kali lipat baru-baru ini. Isu tersebut lantas mengundang pertanyaan di kalangan sejumlah investor saham soal bagaimana prospek saham emiten produsen mie terbesar PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (11/8/2022), harga saham ICBP menguat tipis 0,29% ke Rp8.750/saham.
Dalam sepekan, saham ICBP melemah 2,24%. Demikian pula, dalam sebulan saham ini anjlok 5,68%.
Namun, sejak awal tahun (ytd), saham ICBP masih naik tipis 0,29%.
Memang, semenjak menembus level Rp12.400/saham pada Oktober 2019, saham ICBP masih dalam tren menurun. Kendati demikian, saham emiten anak usaha grup Indofood PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) mencoba rebound setelah tersungkur ke level Rp7.100/saham pada April 2022.
Secara valuasi, rasio harga saham dibandingkan dengan laba per saham (PER) ICBP di angka 13,07 kali (disetahunkan). Angka ini lebih murah dibandingkan dengan rerata PER industri yang sebesar 14,63 kali.
Hanya saja, valuasi PER ICBP masih lebih mahal tinimbang induknya INDF (6,19 kali).
Sementara, rasio harga saham dibandingkan dengan penjualan (PSR) ICBP 1,48 kali, lebih rendah dari rata-rata industri (1,94 kali). Namun, lagi-lagi, masih lebih mahal dibandingkan PSR INDF (0,53 kali).
Kemudian, ditilik dari rasio harga saham dibandingkan dengan nilai buku (PBV) yang berada di angka 2,80 kali, saham ICBP juga masih lebih murah dibandingkan industri (3,08 kali). Informasi saja, rasio PBV INDF sebesar 1,13 kali.
Sementara, melihat rasio profitabilitas, saham ICBP mencatatkan return on equity (ROE) 18,22%. Angka tersebut lebih unggul dibandingkan rerata industri 16,04% dan lebih tinggi tinimbang INDF yang sebesar 15,96%.
Analis Masih Jagokan ICBP
Dihimpun dari IPOT, dari 44 hasil riset analis, 39 analis memberikan rekomendasi beli, rekomendasi jual 2, 2 analis rekomendasikan hold (tahan), dan 1 netral.
Mirip dengan IPOT, himpunan data dari Stockbit menunjukkan, dari 33 analis, 31 analis rekomendasi beli, 1 hold, dan 1 jual.
Ambil contoh, riset dari DBS Group Research pada 25 Juli 2022 memberikan rekomendasi buy dengan target harga (TP) selama 12 bulan di level Rp10.900/saham.
Harga target tersebut berdasarkan PER 17,5 kali untuk proyeksi 2022/2023 sekaligus mendekati PER historis ICBP dalam 3 tahun terakhir.
Analis DBS Cheria Christi Widjaja menyebut ICBP ‘saham pilihan defensif di tengah meningkatnya inflasi’.
Alasan atawa thesis dari investasi dalam riset tersebut adalah adanya permintaan atas mi instan yang resilien baik di pasar domestik dan internasional.
Selain itu, Cheria berpendapat, ICBP akan mampu membebankan kenaikan harga input (bahan baku, seperti gandum yang sedang naik) ke konsumen. Ini mengingat ICBP memimpin produk ‘branded food consumer’, apalagi di industri mi instan Tanah Air.
Cheria tidak lupa mengingatkan risiko utama dari rekomendasi tersebut, yakni memburuknya perang Rusia-Ukraina, harga komoditas yang tinggi, depresiasi (penurunan) nilai tukar rupiah, dan kompentisi yang semakin sengit.
Contoh lainnya, riset dari Samuel Sekuritas tertanggal 15 Juli 2022 bertajuk ‘Withstanding the Storm’ atau secara bebas diterjemahkan menjadi ‘Menahan Badai’.
Sama dengan riset DBS di atas, analis Samuel Sekuritas Pebe Peresia mematok rekomendasi beli untuk saham ICBP dengan harga target Rp12.000/saham. Harga ini mencerminkan PER FY2022 (proyeksi 2022) 19,9 kali atau berada di -0,5 standard deviation dalam rerata 5 tahun terakhir.
Pebe menjelaskan, mirip dengan DBS, mempertimbangkan posisi ICBP sebagai market leader alias pemimpin pasar yang memiliki posisi pricing yang kuat, ICBP akan tetap mencatatkan pertumbuhan positif di tengah melonjaknya harga bahan baku, terutama gandum.
Tanggapan Komut ICBP
Sebelumnya, Komisaris Utama emiten produsen mi instan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), Franciscus Welirang buka suara terkait ramainya isu mi instan naik 3 kali lipat.
Pria yang akrab disapa Franky tersebut menjelaskan, hal tersebut berlebihan. “Saya kira statement [pernyataan] tiga kali lipat itu berlebihan,” katanya melalui panggilan telepon kepada IDXChannel, Rabu (10/8/2022).
Franky berpendapat, kenaikan harga gandum saat ini masih jauh dari 300 persen atau tiga kali lipat. “Harga gandum saja naik 100 persen tidak sampai,” imbuh Franky.
Informasi saja, mengutip data Tradingeconomics, harga gandum sempat naik 65,64 persen sejak 31 Desember 2021 sampai 17 Mei 2022 ke USD1.2770,50/bu.
Namun, per Rabu (10/8/2022), harga gandum mulai menurun, dengan kenaikan secara year to date (ytd) hanya 2,10 persen. Sementara, dibandingkan tahun lalu (yoy), kenaikan harga gandum mencapai 8,08 persen.
Franky pun melanjutkan, tepung terigu—yang merupakan olahan gandum—bukan satu-satunya bahan baku mi instan. “Mie instan itu tidak 100 persen terigu. Ada minyak, bawang, dan lain-lain,” jelas Franky.
Dia menilai, sambil menilik data yang ada, harga gandum saat ini sedang di level tertinggi, kecuali ada gangguan lainnya, seperti perang.
Lagi pula, Franky bilang, saat ini ada panen gandum di Amerika Serikat (AS) dan di belahan bumi selatan sehingga ‘tidak ada masalah’ soal pasokan gandum.
Franky pun membeberkan, Indofood CBP sendiri tidak menggunakan gandum Ukraina. Sebagaimana diketahui, Ukraina yang berperang melawan Rusia merupakan salah satu pengekspor utama gandum dunia.
“Tidak pakai gandum Ukraina. Kita pakai [gandum] Kanada dan Australia,” katanya.
Berbicara soal faktor penyebab lonjakan harga gandum tahun ini, Franky menyebutkan, perang bukan pemantik utama. Alih-alih, dia merujuk ke peristiwa gagal panen gandum yang terjadi di Negeri Paman Sam AS dan Kanada pada tahun lalu.
“Tahun 2021, AS dan Kanada gagal panen 40%. Itu memicu harga gandum naik. Perang memperburuk keadaan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebut dampak perang antara Rusia - Ukraina terhadap rantai pasok bahan makanan mulai terasa di Indonesia. Dia bahkan memproyeksi harga mi instan bakal naik hingga tiga kali lipat.
Itu karena Indonesia bergantung pada impor komoditas dari dua negara. Sehingga kenaikan harga pangan berbasis impor tak bisa dihindari.
Mentan menjelaskan saat ini pasokan gandum Ukraina yang menjadi bahan baku pembuatan mie instan mengalami masalah. Bahkan Mentan menyebut saat ini terdapat kurang lebih 180 juta ton gandum di Ukraina tidak bisa keluar negara tersebut.
"Jadi hati-hati yang makan mie banyak dari gandum, besok harganya 3 kali lipat itu, maafkan saya, saya bicara ekstrem saja ini," ujar Mentan dalam webinar bersama Ditjen Ditjen Tanaman Pangan, Senin (8/8/2022). (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.