IDXChannel - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) atau USD ditutup naik 11 poin atau sekitar 0,07 persen ke level Rp16.690 per USD, pada akhir perdagangan Jumat (7/11/2025).
Pengamat Pasar Uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, salah satu sentimen penguatan rupiah ini datang dari sentimen eksternal yaitu shutdown AS yang berkepanjangan dan telah memasuki bulan kedua, telah menunda rilis laporan ekonomi utama, termasuk data ketenagakerjaan dan inflasi. Alhasil, pasar hanya memiliki panduan resmi yang terbatas.
"Kekosongan data ini telah meningkatkan ketidakpastian dan mendorong investor untuk mengandalkan survei sektor swasta sebagai sinyal ekonomi," ujarnya dalam keterangannya.
Laporan pekerjaan swasta AS sebelumnya menunjukkan tanda-tanda pelemahan di pasar tenaga kerja, menambah ekspektasi The Fed dapat kembali melonggarkan suku bunga kebijakan lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Berdasarkan survei, peluang penurunan suku bunga sekitar 70 persen pada Desember, naik dari sekitar 60 persen sehari sebelumnya.
Selain itu, ekspor China turun secara tak terduga pada Oktober setelah kenaikan tajam pada bulan sebelumnya, meleset dari perkiraan kenaikan moderat. Impor juga melemah, yang menyebabkan penurunan neraca perdagangan negara, menunjukkan tekanan perdagangan yang terus berlanjut dan permintaan domestik yang lemah.
Sementara itu, ketegangan antara Washington dan Beijing semakin meresahkan pasar. Sebuah laporan dari The Information pada hari Kamis menyatakan bahwa AS berencana untuk memblokir Nvidia dari penjualan chip AI skala kecil ke China, sebuah langkah yang dapat membatasi akses perusahaan China ke teknologi canggih.
"Hal tersebut menyusul laporan Reuters yang menyatakan Beijing bermaksud untuk melarang penggunaan chip AI buatan luar negeri di pusat data yang didanai negara, sebuah langkah yang dipandang sebagai bagian dari upaya China untuk mendukung produksi chip domestik," ujar dia.
Dari sentimen domestik, melambatnya laju ekonomi pada kuartal III-2025 yang realisasinya hanya 5,04 persen semakin memperberat posisi pemerintah untuk mengejar target pertumbuhan tahunan di angka 5,2 persen. Jika mengacu pada perhitungan secara kumulatif, untuk mencapai angka pertumbuhan 5,2 persen, pemerintah perlu mengejar target pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2025 di angka 5,77-5,8 persen.
Sementara proyeksi pemerintah saat ini, kata Ibrahim, kuartal IV-2025 hanya tumbuh di angka 5,5 persen. Hal itu berarti, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 hanya akan berada di kisaran 5,13 persen.
Meski simulasinya jauh lebih baik 2024 yang hanya tumbuh di angka 5,03 persen, secara tren pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2025 di angka 5,5 persen apalagi 5,77 persen sangat jarang bisa dicapai.
Dia menyampaikan, selama 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2025 tidak pernah mencapai angka 5,5 persen. Apalagi dengan kondisi ekonomi 2025, yang selain ditopang dukungan dari stimulus pemerintah, nyaris tidak ada momentum politik atau ekonomi dalam skala besar yang bisa membawa ekonomi Indonesia tumbuh 5,5 persen pada kuartal IV-2025.
"Rata-rata pertumbuhan ekonomi kuartal IV dari tahun 2015-2024 hanya di kisaran 4,3 persen. Nilai rata-rata ini memperhitungkan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2020 yang terkontraksi 2,19 persen akibat pandemi Covid-19," ujarnya.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup melemah dalam rentang Rp16.690-Rp16.740 per USD.
(Dhera Arizona)