Menurut Ibrahim, kedua data tersebut kemungkinan besar akan menjadi faktor dalam prospek suku bunga AS, setelah data inflasi yang terlalu panas sepanjang kuartal pertama membuat pasar sebagian besar tidak memperhitungkan sebagian besar spekulasi penurunan suku bunga tahun ini.
Selain itu, sambungnya, pasar gelisah terhadap China setelah pengembang properti besar lainnya, dalam hal ini Agile Group Holdings Ltd gagal membayar obligasinya.
"Gagal bayar ini sebagian besar mengimbangi optimisme atas membaiknya inflasi di China, serta pengumuman Beijing baru-baru ini mengenai rencana penerbitan obligasi besar-besaran senilai 1 triliun Yuan (USD138 miliar)," jelasnya.
Kemerosotan pasar properti yang berkepanjangan telah menjadi titik tekanan utama terhadap perekonomian China, meskipun ada upaya berulang kali dari Beijing untuk mendukung sektor ini. Sejumlah kota besar di China telah melonggarkan pembatasan pembelian rumah dalam dua minggu terakhir.
Dari sentimen domestik, Ibrahim menambahkan, surplus neraca perdagangan Indonesia pada April 2024 diperkirakan menyusut dibandingkan dengan capaian surplus pada bulan sebelumnya, berada di kisaran USD3,5 miliar hingga USD4 miliar.
"Penyebabnya diproyeksi karena kinerja, baik ekspor maupun impor akan mengalami penurunan pada April 2024," ujarnya.