sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Rupiah Terus Melemah dan Berpotensi Anjlok ke Rp17.000 per USD, Ini Pemicunya

Market news editor Anggie Ariesta
25/09/2025 11:22 WIB
Nilai tukar rupiah terus tertekan pada perdagangan hari ini, dengan dibuka di level Rp16.726 per dolar Amerika Serikat (AS)/USD atau melemah 0,25 persen.
Rupiah Terus Melemah dan Berpotensi Anjlok ke Rp17.000 per USD, Ini Pemicunya. (Foto iNews Media Group)
Rupiah Terus Melemah dan Berpotensi Anjlok ke Rp17.000 per USD, Ini Pemicunya. (Foto iNews Media Group)

IDXChannel - Nilai tukar rupiah terus tertekan pada perdagangan hari ini, dengan dibuka di level Rp16.726 per dolar Amerika Serikat (AS)/USD atau melemah 0,25 persen dari penutupan hari sebelumnya. Rupiah bahkan sempat menyentuh level Rp16.762 per USD pada perdagangan pagi.

Menurut Pengamat Pasar Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi, pelemahan ini sangat signifikan. Jika rupiah menembus level Rp16.800, maka sangat mungkin pada Oktober 2025, rupiah akan anjlok hingga Rp17.000 per USD.

"Pagi ini rupiah terus mengalami pelemahan 74 poin. Rupiah melemah di Rp16.758. Kalau seandainya tembus di level Rp16.800, ada harapan bahwa dalam bulan Oktober, rupiah tembus di level Rp17.000. Itu sangat mungkin sekali terjadi," ujarnya dalam keterangannya, Kamis (25/9/2025).

Pelemahan ini, kata Ibrahim, didukung oleh sentimen dari faktor eksternal dan internal. Secara eksternal, ketegangan geopolitik di Eropa kembali memanas setelah Presiden AS Donald Trump, menyampaikan nada agresif terhadap Rusia dalam pidatonya di sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Trump memperingatkan negara-negara Eropa agar tidak lagi membeli minyak Rusia dan mempertimbangkan sanksi baru yang menargetkan aliran energi.

Meskipun sanksi belum diumumkan, retorika ini meningkatkan risiko geopolitik. Ibrahim menyoroti peningkatan serangan pesawat nirawak Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia. 

Selain itu, tuntutan Ukraina dan NATO agar Rusia mengembalikan seluruh wilayah yang dikuasai termasuk Crimea, Donetsk, dan Luhansk yang membuat perjanjian gencatan senjata sangat sulit terwujud.

Ketegangan global ini mendorong penguatan signifikan pada Indeks Dolar (DXY), yang menembus mendekati level 97,850, memberikan tekanan besar pada rupiah.

Dari sisi internal, Ibrahim menyoroti penolakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terhadap wacana tax amnesty. Menurutnya, di tengah kondisi saat ini, tax amnesty seharusnya dilakukan karena sangat diinginkan oleh pasar.

"Dulu pada saat pemerintahan Jokowi di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani ada tiga kali melakukan tax amnesty dan itu disambut positif oleh pasar," kata Ibrahim.

Dia menambahkan, penolakan Purbaya karena adanya kekhawatiran 'kongkalikong' antara pengusaha telah direspons negatif oleh pasar. Ibrahim mengingatkan tax amnesty sebelumnya mampu menarik arus modal asing kembali ke pasar modal Indonesia dan membuat rupiah menguat.

Selain itu, Ibrahim menyoroti upaya Bank Indonesia (BI) yang terus melakukan intervensi di pasar Non-deliverable forward (NDF) dan Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) namun dinilai kewalahan. 

Dia menganggap intervensi BI saat ini sia-sia karena spekulasi di pasar internasional begitu kuat, berbeda dengan kondisi saat Menteri Keuangan sebelumnya.

(Dhera Arizona)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement