Akibatnya, pendapatan AADI diperkirakan menurun masing-masing 16 persen dan 11 persen pada 2025 dan 2026.
Dari sisi produksi, AADI diperkirakan mampu meningkatkan output hingga 68,3 juta ton pada 2026, naik 2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, laba inti diproyeksikan turun menjadi USD756 juta pada 2025 dan USD645 juta pada 2026.
Untuk pembagian dividen, CGSI memperkirakan AADI menerapkan payout ratio 40 persen pada 2025-2026, menghasilkan imbal hasil dividen sekitar 5,9-7 persen, di bawah rata-rata industri sebesar 6-9,5 persen.
Dalam skenario optimistis, rasio pembayaran dividen bisa mencapai 55 persen, sedangkan skenario pesimistis menyebut potensi penurunan hingga 25 persen terkait kebutuhan belanja modal dan pelunasan utang.
Menyusul kenaikan harga saham 56 persen sejak IPO per 18 Desember 2024, CGSI memberikan rekomendasi hold (tahan) pada AADI dengan target harga Rp8.900 per saham berbasis diskonto arus kas (discounted cash flow/DCF).