“Karena investor BBRI kebanyakan institusi, maka right-nya menarik buat dibeli. Rights issue dengan harga lebih murah dari harga induk di pasar biasanya dipandang menarik,” jelas Edhi.
Dia menegaskan beberapa rights issue untuk membayar atau mencicil hutang, selain untuk struktur permodalan. Namun, BRI akan menggunakan dana untuk membiayai UMKM yang unbankable atau tidak memiliki akses ke perbankan melalui Holding Ultra Mikro. “Kalau berbicara ke pembangunan nasional ya lebih bermanfaat rights issue di BRI. Juga BRI akan selalu tumbuh karena net interest margin BRI tetap tertinggi di antara bank yang lain,” kata Edhi optimistis.
Edhi pun memberikan rekomendasi kepada publik yang selama ini sudah mengoleksi saham BBRI, agar menunaikan haknya dalam aksi korporasi tersebut. Menurutnya, amat disayangkan jika masyarakat melewatkan kesempatan itu. BRI dinilai memiliki prospek bisnis yang besar dan kuat yang akan sangat menguntungkan bagi investor di masa depan. Di sisi lain, bisnis BRI pun memiliki idealisme kebangsaan yang kuat karena akan bermanfaat bagi pengembangan usaha rakyat kecil demi memperkokoh ketahanan ekonomi nasional.
Dia mengingatkan, jika investor yang selama ini sudah mengoleksi BBRI tidak mengambil haknya, nilai saham yang dimiliki akan terdilusi. "Perlu kita catat juga investor publik juga dihadapkan dengan penerbitan saham baru yang nilainya besar. Namun, rasanya fokus utama tetap pada BBRI karena lebih masuk akal," tegasnya.
Sebelumnya, manajemen BRI pun telah memaparkan potensi bisnis perseroan pasca rights issue. Bila pelepasan saham baru terserap optimal maka 5 tahun ke depan pertumbuhan kredit ekosistem usaha UMi akan tumbuh rata-rata 14% per tahun. Namun jika investor publik mengeksekusi rights-nya hanya 50% saja pertumbuhan kredit perseroan rata-rata 10,7% per tahun untuk 5 tahun ke depan. Manajemen BRI pun menjanjikan akan menjaga dividen payout ratio tidak kurang dari 50% setiap tahunnya.
(SANDY)