IDXChannel – Saham-saham Grup Bakrie, yang sebagian juga dimiliki Grup Salim, tengah mencuri perhatian dengan reli tajam belakangan ini.
Analis menilai masih ada katalis kuat yang bisa menjaga momentum, bahkan membuka peluang salah satu emiten tambang masuk ke indeks global.
Saham emiten tambang emas PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), misalnya, akhirnya kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa (ATH) di Rp940 per unit pada perdagangan intraday Selasa (30/9/2025).
Menariknya, level Rp700 terakhir kali disentuh BRMS pada 2011, sebelum anjlok hingga Rp50-an pada periode 2016–2020.
Dalam sepekan, saham BRMS sudah melesat 27,74 persen, terbang 86,17 persen dalam sebulan, dan meroket 154,34 persen sejak awal tahun.
Kenaikan serupa juga terjadi pada induknya, PT Bumi Resources Tbk (BUMI), yang naik 37,61 persen dalam sebulan dan menanjak 27,12 persen secara year to date (YtD).
Sementara itu, saham kontraktor tambang PT Darma Henwa Tbk (DEWA) menguat 24,11 persen dalam sebulan terakhir dan melejit 150,45 persen sepanjang 2025.
Tak ketinggalan, saham PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR) yang bergerak di bidang kendaraan listrik (EV) juga mencatat lonjakan 100 persen dalam sebulan terakhir dan meningkat 78,46 persen sejak awal tahun.
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menilai prospek sejumlah saham Grup Bakrie, terutama di sektor pertambangan, masih ditopang sejumlah katalis positif.
“Sebenarnya masih dengan story yang sama, mulai dari restrukturisasi equity,” katanya, Selasa (30/9/2025).
Ia menambahkan, faktor fundamental juga ikut mendukung. “Kemudian, beberapa project fundamental seperti kemungkinan pemindahan tambang yang dimiliki oleh UNTR ke DEWA, dan lain sebagainya,” ujar Michael.
Michael juga menyoroti peluang BRMS masuk ke indeks global. “BRMS berpotensi untuk masuk ke MSCI dan FTSE jika pada observation period akhir tahun ini mampu berada di angka Rp600 ke atas,” tuturnya.
Selain BRMS, DEWA juga dinilai masih memiliki ruang kenaikan harga saham meski telah reli signifikan sejak awal tahun. Dalam riset terbarunya pada 26 Juli 2025, Stockbit Sekuritas menilai prospek kinerja DEWA tetap positif berkat transformasi bisnis dan potensi tambahan kontrak dari grup afiliasinya.
Analis Stockbit memperkirakan laba bersih DEWA dapat tumbuh rata-rata 216 persen per tahun (CAGR) pada periode 2024–2028. Perubahan model bisnis ke eksekusi in-house dinilai menjadi pendorong utama lonjakan kinerja tersebut.
Meski harga saham DEWA telah naik lebih dari 100 persen sejak awal 2025, analis menilai potensi kenaikan masih terbuka. Penilaian ini merujuk pada kinerja PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) — perusahaan afiliasi DEWA — yang sahamnya diperdagangkan pada valuasi premium berdasarkan proyeksi laba bersih 2–3 tahun mendatang.
Sementara, Mandiri Sekuritas, dalam riset pada 19 Agustus 2025, memulai peliputan atas saham DEWA dengan target harga Rp300 per unit berbasis metode discounted cash flow (DCF).
Setelah bertahun-tahun bergulat dengan kinerja yang kurang optimal, Mandiri Sekuritas menilai, DEWA kini tengah menjalani transformasi besar. Perusahaan tambang ini melakukan konversi utang menjadi ekuitas untuk meningkatkan fleksibilitas keuangan, sekaligus fokus pada perbaikan margin usaha.
Mandiri Sekuritas menilai langkah tersebut akan membawa DEWA pada prospek kinerja yang lebih solid. Upaya perbaikan margin diyakini bakal berujung pada pertumbuhan laba dan arus kas yang lebih kuat di masa mendatang.
Sebelumnya, Sucor Sekuritas turut mengulas BUMI. Sebagai produsen batu bara terbesar di Indonesia, BUMI tetap solid dengan target produksi 80 juta ton per tahun dari KPC dan Arutmin.
Reformasi struktur royalti Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) menjadi katalis margin baru—tarif turun dari 28 persen ke 19 persen—yang meningkatkan efisiensi secara struktural.
Sucor memproyeksikan laba bersih BUMI rebound 14 persen menjadi USD72 juta pada 2026 seiring stabilnya harga batu bara, turunnya biaya bahan bakar, dan penuh manfaat dari skema royalti baru.
Sementara itu, langkah diversifikasi mencakup akuisisi tambang emas di Australia dan konsesi bauksit yang akan dikembangkan menjadi smelter alumina senilai USD1,5 miliar.
Baru-baru ini, BRMS resmi masuk dalam daftar konstituen VanEck Gold Miners ETF (GDX), sebuah tonggak penting yang meningkatkan eksposur BRMS di mata investor global.
Menurut Sucor Sekuritas, dalam riset pada 15 September 2025, masuknya BRMS ke GDX menjadi titik balik signifikan bagi likuiditas, visibilitas, dan akses perseroan ke investor asing.
Selama empat bulan terakhir, kinerja GDX tercatat melonjak lebih dari 50 persen, jauh melampaui kenaikan harga emas yang hanya belasan persen. Hal ini mencerminkan rotasi investor ke saham-saham pertambangan emas sebagai proksi leverage terhadap kenaikan harga emas batangan.
Meski sudah reli, kata Sucor, GDX masih diperdagangkan dengan diskon yang lebar terhadap harga emas spot. Kondisi ini memberi sinyal ruang kenaikan lebih lanjut. BRMS, sebagai konstituen baru sekaligus salah satu yang tumbuh paling cepat di Asia Tenggara, diperkirakan akan menjadi pihak yang paling diuntungkan dari pergeseran ini. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.