"Data inflasi yang panas menyebabkan aksi jual (di bursa saham). Kekecewaan ini menimbulkan tanda tanya bukan hanya kapan The Fed akan memotong suku bunga, melainkan seberapa banyak yang akan dipangkas,” kata Chief Market Strategies, Ryan Detrick, dilansir Reuters, Kamis pagi, (11/4).
Sejatinya kekhawatiran terhadap inflasi telah tercermin dalam rrisalah pertemuan pejabat The Fed pada periode Maret. Anggota bank sentral menilai ada peluang inflasi bakal kembali memanas, sehingga diperlukan pengetatan moneter lebih lanjut.
“Baru seminggu yang lalu (Gubernur Fed Jerome) Powell mengisyaratkan ada tiga pemotongan,” tambah Detrick. “Kita harus bertanya-tanya apakah pendapatnya telah berubah setelah adanya data ini (inflasi,” paparnya.
Tekanan terhadap bursa saham tak hanya datang dari sentimen makro, kenaikan benchmark imbal hasil Treasury, yang menembus 4,5% hingga menyentuh level tertinggi sejak November juga membebani selera risiko investor.
Pasar kini telah memperhitungkan kemungkinan penurunan suku bunga Fed sebesar 25 basis poin pada bulan Juni sebesar 16,5%, turun dari 56,0% sesaat sebelum rilis laporan tersebut, menurut indikator FedWatch.