IDXChannel - Wall Street pekan depan bakal diisi sejumlah sentimen investor saham Amerika Serikat (AS) yang bersiap menghadapi potensi volatilitas sepanjang September.
Hal itu karena pasar menghadapi laporan data ekonomi utama, pertemuan Federal Reserve, dan kekhawatiran atas kemungkinan penutupan pemerintah selama sebulan dengan kinerja ekuitas yang secara historis tidak terlalu baik.
Mengutip Reuters, Sabtu (26/8/2023) waktu setempat, pada September sejak 1945, indeks S&P 500 telah turun rata-rata 0,7%, kinerja terburuk dalam sebulan, menurut CFRA.
Beberapa minggu terakhir kondisinya tidak menentu. S&P 500, yang naik hampir 15% tahun ini, telah turun lebih dari 4% dari level tertingginya pada 31 Juli karena reaksi investor terhadap pelemahan perekonomian China dan lonjakan imbal hasil Treasury yang mengancam membuat ekuitas menjadi kurang menarik.
"Pasar akan menghadapi sejumlah titik perubahan penting pada saat pasar masih gelisah mengingat kenaikan suku bunga," kata Jack Janasiewicz, manajer portofolio dan ahli strategi portofolio utama di Natixis Investment Manager Solutions.
Laporan upah non-pertanian (non-farm payrolls) AS akan dirilis pada Jumat depan. Data ketenagakerjaan yang lebih tinggi dari perkiraan pada bulan Agustus kemungkinan akan menghidupkan kembali kekhawatiran terhadap inflasi, sementara angka yang jauh lebih lemah dapat memicu kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga The Fed mulai merusak perekonomian, kata Janasiewicz.
Data harga konsumen yang akan dirilis pada 13 September harus berjalan dengan cara yang sama untuk memuaskan investor. Pertemuan kebijakan moneter The Fed pada tanggal 20 September juga berpotensi menjadi sumber volatilitas.
Terlebih lagi, pidato Ketua Fed Jerome Powell pada hari Jumat di Jackson Hole memicu ekspektasi kenaikan suku bunga lagi tahun ini, meskipun langkah pada bulan September dipandang kecil kemungkinannya.