Namun demikian, debitur tetap harus mewaspadai dan mempertimbangkan kebijakan penyaluran kredit yang berlaku di tiap bank. Karena persetujuan permohonan kredit ditentukan oleh kewenangan dan kebijakan bank masing-masing.
Sehingga, bisa saja bank memutuskan untuk tidak menyalurkan kredit karena calon debitur memiliki hubungan dengan debitur lain yang memiliki status kolektibilitas buruk. Terutama jika bentuk hubungannya adalah pernikahan atau suami-istri.
Seperti diketahui, beberapa pengajuan kredit—misalnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR)—mensyaratkan data suami dan istri. Selain KPR, pengajuan kredit dengan agunan oleh suami atau istri juga mensyaratkan persetujuan pasangan.
Melansir OCBC NISP (22/10), ini terjadi karena suami istri terikat dalam hubungan pernikahan secara hukum dan dalam pernikahan terhadi pencampuran harta, sehingga status kolektibilitasnya dapat saling memengaruhi.
Sesuai UU No. 1/1974 tentang Perkawinan Pasal 35 Ayat (1), yang menyebutkan di mana ada perkawinan, maka akan terjadi suatu pencampuran harta, kecuali ada perjanjian kawin yaitu perjanjian pisah harta.