IDXChannel – Disiplin dalam mengelola keuangan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi masyarakat Indonesia. Di tengah kemudahan transaksi digital dan gaya hidup yang semakin konsumtif, anggaran keuangan kerap kalah oleh dorongan belanja impulsif dan tren sesaat.
Data OCBC Financial Fitness Index 2025 menunjukkan, hanya 12 persen masyarakat yang benar-benar menggunakan uang sesuai anggaran yang telah ditetapkan sejak awal tahun. Sementara itu, 82 persen lainnya menganggap anggaran sekadar angan-angan, mencerminkan masih rendahnya konsistensi dalam perencanaan keuangan.
Tantangan ini semakin terasa di kalangan anak muda. Sebanyak 76 persen generasi muda mengaku masih menghabiskan uang demi mengikuti gaya hidup satu sama lain. Meski angka tersebut menurun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 80 persen, fenomena Fear of Missing Out (FOMO) masih menjadi faktor utama pendorong pengeluaran berlebih.
Di sisi lain, terdapat kabar positif. Sebanyak 93 persen masyarakat tercatat memiliki pengelolaan utang yang tergolong baik. Namun, tren yang patut diwaspadai adalah peningkatan 16 persen pada masyarakat yang hanya membayar minimum tagihan kartu kredit. Kebiasaan ini dinilai berisiko karena dapat menyebabkan akumulasi utang yang membengkak dalam jangka panjang.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa meskipun kesadaran akan utang mulai terbentuk, sebagian masyarakat masih menjalani pola keuangan yang kurang sehat. Terlebih di era digital, ketika belanja dapat dilakukan hanya dengan satu klik, mengatur keuangan kini bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan.
Mulai dari menyusun anggaran bulanan, memahami manajemen keuangan pribadi, hingga menerapkan strategi hemat agar tagihan kartu kredit tidak menumpuk, semuanya perlu direncanakan sejak awal tahun. Agar rencana “healing” dan resolusi tahun baru tetap aman di kantong, ada tiga langkah sederhana yang bisa diterapkan, seperti:
1. Tetapkan Anggaran, Termasuk untuk Kartu Kredit.
Menentukan anggaran bulanan dapat membantu menghindari pengeluaran berlebihan. Penggunaan kartu kredit sebaiknya dibatasi, misalnya maksimal 15 persen dari penghasilan bersih bulanan. Ketika batas tersebut tercapai, penggunaan kartu kredit perlu dihentikan hingga periode berikutnya.
2. Kurangi Frictionless Spending.
Frictionless spending merujuk pada kebiasaan belanja yang serba cepat dan minim hambatan, seperti one-click checkout, tap-to-pay, atau pembayaran QR melalui ponsel. Untuk menekan risiko overspending, masyarakat disarankan melepas kartu dari e-wallet atau marketplace, mematikan fitur one-click checkout, serta menyimpan kartu kredit di dompet terpisah.
3. Bangun Sistem “Bayar Dulu, Baru Belanja”.
Caranya dengan membuat rekening khusus untuk membayar tagihan kartu kredit. Setiap kali melakukan transaksi, dana langsung disisihkan atau dibayarkan sebagian agar tagihan tidak menumpuk di akhir periode.
Mengelola keuangan memang tidak bisa dilakukan secara instan. Namun, perubahan kecil yang dilakukan secara konsisten dapat memberikan dampak besar. Dengan anggaran yang realistis, kebiasaan belanja yang lebih sadar, dan sistem pembayaran yang disiplin, anggaran tak lagi sekadar rencana di atas kertas, melainkan alat untuk mencapai kondisi keuangan yang lebih sehat.
(Shifa Nurhaliza Putri)