IDXChannel – Ada sejumlah perbedaan pungutan liar dan parkir liar dari segi hukum dan pengertiannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat kerap dihadapkan pada dua praktik yang meresahkan dan kerap dianggap wajar karena sering terjadi, yaitu pungutan liar (pungli) dan parkir liar. Kedua hal ini memang sama-sama melibatkan penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran aturan, tetapi memiliki perbedaan mendasar baik dari segi definisi, pelaku, maupun dampaknya terhadap masyarakat dan pemerintah.
Oleh karena itu, berikut ini IDXChannel menyajikan perbedaan antara kedua praktik pungutan ini.
Perbedaan Pungutan Liar dan Parkir Liar
Pungutan liar atau sering disebut pungli adalah tindakan meminta sejumlah uang atau imbalan secara tidak sah oleh seseorang oknum yang memiliki atau mengatasnamakan kekuasaan atau jabatan tertentu, kepada warga atau pihak lain. Biasanya, pungli terjadi dalam layanan publik, baik di instansi pemerintahan, pendidikan, kesehatan, hingga pelayanan perizinan.
Secara hukum, pungutan liar tidak memiliki dasar hukum atau aturan resmi. Selain itu, biasanya praktik pungli ini dilakukan oleh aparat, pegawai, atau pihak yang punya akses kekuasaan dan bersifat memaksa atau menekan.
Contoh kasus pungli yang kerap terjadi di sekitar kita yakni seorang petugas kelurahan meminta “uang rokok” agar mengurus surat lebih cepat. Ada juga seseorang yang diminta membayar uang tambahan agar bisa lulus ujian praktik SIM.
Praktik pungutan liar ini kerap merugikan dan memiliki dampak negatif, baik bagi masyarakat maupun bagi instansi terkait. Beberapa dampak dari pungli antara lain sebagai berikut.
- Merusak integritas pelayanan publik.
- Menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi.
- Menyebabkan ketidakadilan dalam akses layanan.
- Menghambat pembangunan karena dana publik bisa disalahgunakan
Sementara itu, parkir liar adalah aktivitas memarkir kendaraan di lokasi yang tidak sesuai dengan peraturan atau bukan tempat resmi. Parkir liar juga kerap dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang dalam suatu kegiatan. Biasanya, parkir liar dilakukan oleh individu atau kelompok yang tidak memiliki izin dari dinas perhubungan atau pemerintah daerah.
Ciri-ciri parkir liar antara lain sebagai berikut.
- Lokasi parkir tidak resmi atau melanggar aturan lalu lintas.
- Petugas parkir tidak mengenakan seragam atau atribut resmi.
- Tiket parkir tidak tercetak (hanya sobekan kertas atau lisan).
- Tarif parkir tidak sesuai aturan dan tidak jelas dasar penentuannya.
- Uang parkir tidak masuk kas daerah, melainkan ke oknum pribadi.
Praktik parkir liar yang sering menetapkan tarif seenaknya kepada pengguna kendaraan kerap meresahkan masyarakat. Beberapa dampak yang bisa terjadi antara lain sebagai berikut.
- Menimbulkan kemacetan dan ketidaktertiban lalu lintas.
- Mengurangi pendapatan daerah dari retribusi parkir.
- Merugikan pemilik kendaraan dengan tarif yang tidak adil.
- Membuka peluang konflik antara pengguna jalan dan petugas parkir liar.
Pungutan liar dan parkir liar sama-sama merupakan bentuk pelanggaran yang merugikan masyarakat dan negara. Meskipun sering dianggap sebagai hal "biasa", namun keduanya harus dilawan dengan kesadaran hukum, partisipasi masyarakat, serta pengawasan yang ketat dari pihak berwenang.