Kemudian pada 1925 bursa efek di Batavia kembali dibuka, tetapi sekaligus dengan pembentukan dua bursa efek baru, yakni Bursa Efek Surabaya dan Bursa Efek Semarang. Lagi-lagi aktivitasnya harus dihentikan karena resesi ekonomi 1929 dan Perang Dunia II.
Melansir laman resmi Bursa Efek Indonesia (12/3), Bursa Efek Surabaya dan Semarang adalah yang pertama ditutup pada 1939, menyusul kemudian penutupan bursa efek di Batavia pada 1940.
Selama periode 1942 sampai dengan 1952 semua bursa efek di Indonesia ditutup lagi karena kondisi perang masih berlangsung. Bursa kembali dibuka oleh Soeharto pada Juni 1952, namun pada 1956 dilakukan program nasionalisasi perusahaan Belanda hingga 1977.
Selama program nasionalisasi itu berlangsung, perdagangan di bursa efek menjadi vakum. Presiden Soeharto kembali membuka bursa efek pada 10 Agustus 1977, ditandai dengan IPO PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.
Setelahnya, bursa efek masih dalam tahap berkembang, jumlah emiten yang tercatat juga belum banyak. Hanya 24 perusahaan hingga 1987, karena saat itu masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibanding instrumen pasar modal.