"Fenomena lain yang juga menarik karena kita juga di wilayah urban. Saat musim kemarau itu ada yang namanya fenomena lapisan inversi," ujar Ardha.
Karena itu, Ardha menyebutkan, faktor disversi terjadi akibat lapisan inversi yang marak muncul saat musim kemarau. Adapun yang dimaksud faktor disversi adalah suatu proses pergerakan kontaminan melalui udara sehingga menyebarkannya ke area yang luas dan konsentrasi menjadi berkurang.
"Jadi ketika pagi di bawah permukaan ini (dataran) lebih dingin daripada di atas (langit), sehingga itu mencegah udara itu untuk naik dan kemudian terdispersi," ucap Ardha.
"Itu penjelasan mengapa Jakarta kelihatan keruhnya di bawah dibandingkan di atas karena setting perkotaannya, di mana kita hidup bersama," lanjut Ardha.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen PPKL KLHK) Sigit Reliantoro menjelaskan kualitas udara buruk yang terjadi di Jakarta merupakan siklus tahunan yang selalu terjadi di antara Juni hingga Agustus.