IDXChannel - Ilmuwan dari Universitas Boston menimbulkan polemik baru di tengah masyarakat. Itu karena mereka menciptakan varian Covid-19 yang lebih berbahaya dari Omicron.
Dilansir dari DailyMail pada Senin (17/10/2022), tim ilmuwan Universitas Boston menggabungkan varian Omicron dengan varian asli Covid-19 dari Wuhan yang mampu mencapai tingkat kematian hingga 80% pada tikus-tikus laboratorium.
Dalam penelitian terbaru, yang belum ditinjau oleh rekan sejawat, tim peneliti dari Boston dan Florida mengekstraksi protein dari bagian spike Omicron, struktur unik yang mengikat dan menyerang sel manusia.
Spike ini selalu ada pada virus dan terus menerus berevolusi. Namun, pada virus Omicron protein ini bermutasi hingga lusinan kali sehingga penularannya begitu cepat.
Kemudian, para peneliti menempelkan spike Omicron pada strain wildtype Covid-19 asli yang pertama kali muncul di Wuhan pada awal pandemi. Peneliti pun mengamati dampak strain hibrida baru dibandingkan dengan varian Omicron asli pada tikus laboratorium.
Hasilnya adalah tikus-tikus yang dipaparkan oleh varian Omicron standar hanya mengalami gejala ringan dan berhasil bertahan hidup. Sementara varian Omicron S menimbulkan penyakit parah dengan tingkat kematian 80 persen.
Para peneliti mengatakan itu menandakan bahwa sementara protein spike bertanggung jawab atas infektivitas, perubahan pada bagian lain dari strukturnya menentukan kecepatan kematiannya.
Penelitian tersebut dinilai saat berbahaya meskipun dilakukan di AS. Itu karena ada kekhawatiran dapat memicu pandemi Covid-19 yang lebih parah.
Profesor Shmuel Shapira, seorang ilmuwan terkemuka di Pemerintah Israel, mengatakan penelitian itu harus dilarang. “Ini harus benar-benar dilarang, ini bermain api,” ujarnya dilansir dari Dailymail, Senin (18/10/2022).
Itu karena penelitian yang sengaja memanipulasi virus agar menjadi lebih menular atau mematikan bisa menjadi pusat asal-usul wabah baru yang dapat memacu pandemi Covid-19 berikutnya.
Laboratorium milik China yang beroperasi dekat dengan klaster kasus pertama telah dipercaya melakukan penelitian yang serupa terhadap virus corona kelelawar.
Adapun, praktik serupa sebagian besar telah dibatasi di AS sejak 2017. Dr. Richard Ebright, seorang ahli kimia di Rutgers University di New Brunswick, New Jersey, mengatakan kepada DailyMail.com bahwa penelitian ini adalah contoh yang jelas dari kemajuan dari fungsi penelitian, namun perlu diawasi dengan ketat.
“Jika kita ingin menghindari pandemi yang dihasilkan laboratorium berikutnya, sangat penting bahwa pengawasan terhadap penelitian patogen yang memungkinkan terjadinya pandemi semakin diperkuat,” ujarnya.
Dr Ebright mengatakan penelitian ini merupakan contoh yang jelas dari penelitian fungsi yang menjadi perhatian dan penelitian patogen potensial pandemi (ePPP) yang ditingkatkan. "Jika kita ingin menghindari pandemi yang dihasilkan laboratorium berikutnya, sangat penting bahwa pengawasan terhadap penelitian ePPP diperkuat,” ujarnya.
Prof. David Livermore, seorang profesor mikrobiologi di University of East Anglia Inggris mengatakan kemungkinan kuat bahwa pandemi Covid berasal dari turunan virus corona yang dimanipulasi laboratorium di Wuhan. Sehingga eksperimen itu tampaknya sangat tidak bijaksana.
Pada 2014 hingga 2017 penelitian semacam ini juga sempat dilarang karena ditakutkan terjadi pandemi secara tidak sengaja. Meskipun penelitian ini bertujuan untuk mengatasi wabah di masa depan dengan mengutak-atik virus untuk membuatnya lebih mematikan atau menular.
Sementara Covid secara resmi diyakini telah ditularkan dari hewan ke manusia - kemungkinan dari kelelawar - di pasar tradisional Wuhan, tapi juga ada rumor yang berlawanan. Beberapa percaya bahwa patogen yang sedang dikembangkan di laboratorium Institut Virologi Wuhan (WIV) menginfeksi karyawan, dan menular ke berbagai pelosok dunia.
Sudah lama ada spekulasi tentang asal-usul sebenarnya dari virus corona yang menjadi pandemi dan mengambil alih dunia sejak 2020. Secara resmi, diyakini bahwa virus itu ditularkan dari kelelawar atau hewan serupa ke manusia (Zoonotic) di Wuhan, sebelum menyebar di antara orang-orang.
Beberapa percaya bahwa virus itu bisa buatan manusia - dengan penjelasan mulai dari yang tidak disengaja hingga kejahatan. Teori Covid berasal dari 'kebocoran laboratorium' juga berkembang.
Dikhawatirkan virus yang sedang dikembangkan di Boston berhasil menginfeksi seorang karyawan dan kemudian menular ke masyarakat.
Laboratorium Khusus Penyakit Berbahaya
Adapun, para ilmuwan di Universitas Boston percaya kalau virus hibrida tidak mungkin mematikan pada manusia seperti pada tikus. Hal ini dikarenakan jenis tikus lab spesifik yang digunakan sangat rentan terhadap penyakit Covid yang parah. Tikus dan manusia juga memiliki respons imun yang sangat berbeda terhadap virus.
Selain itu, Laboratorium Penyakit Menular Emerging Nasional Universitas Boston merupakan salah satu dari 13 laboratorium tingkat 4 biosafety di AS. Dengan begitu, laboratorium itu digunakan khusus menangani penelitian patogen paling berbahaya.
Pengerjaan virus hidup penyebab Covid harus dilakukan di lab BSL-3 atau BSL-4.
Di laboratorium BSL-3, para peneliti melakukan semua percobaan dalam 'biosafety cabinet' — ruang kerja tertutup dan berventilasi untuk menangani bahan yang terkontaminasi patogen.
Lab ini dilengkapi dengan pintu yang menutup sendiri, jendela, lantai dan dinding yang disegel, dan sistem ventilasi yang bisa menyaring sehingga patogen tidak keluar.
Di laboratorium BSL-4, pakaian bertekanan digunakan ke seluruh tubuh dan disediakan ruang udara. Pekerja harus mengganti pakaian mereka sebelum masuk dan mandi sebelum pergi.
Laboratorium ini merupakan bagian terpisah dari gedung dan memiliki pasokan udara khusus secara terpisah.
Penulis: Ahmad Fajar
(FRI)