IDXChannel - Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Muchtaridi menyebutkan kandungan senyawa dalam obat yang menyebabkan gangguan ginjal akut pada anak.
Menurut dia, kasus yang menyebabkan puluhan anak meninggal di Gambia diduga karena kandungan senyawa dietilen glikol dan etilen glikol dalam obat parasetamol.
Menurut dia, dietilen glikol dan etilen glikol merupakan senyawa pelarut organik dengan rasa manis yang kerap disalahgunakan untuk pelarut obat. Kelarutan dan rasa manisnya tersebut kerap disalahgunakan untuk mengganti propilen glikol atau polietiken glikol.
“Masalahnya, dietilen glikol dan etilen mengalami oksidasi oleh enzim,” kata Prof. Muchtaridi dari Kanal Media Unpad.
Ketika masuk ke tubuh, senyawa ini mengalami oksidasi oleh enzim sehingga menjadi glikol aldehid kemudian kembali dioksidasi menjadi asam glikol oksalat dan kemudian membentuk lagi menjadi asam oksalat. Asam oksalat inilah yang memicu pembentukan batu ginjal.
Asam oksalat jika sudah mengkristal akan berbentuk seperti jarum tajam. “Asam oksalat kelarutannya kecil, kalau ketemu kalsium akan terbentuk garam yang sukar larut air dan larinya akan ke organ seperti empedu dan ginjal. Jika lari ke ginjal akan jadi batu ginjal. Kristalnya tajam akan mencederai ginjal,” terangnya.
Jika kondisi ini terjadi pada anak-anak yang notabene memiliki ukuran ginjal lebih kecil, dampak yang ditimbulkan akan parah. Tidak hanya memapar di ginjal, efeknya juga bisa lari ke jantung dan juga bisa memicu kematian yang cepat.
“Yang paling berbahaya ketika kondisi ini terjadi di negara-negara kering. Kondisi dehidrasi akan mempercepat pembentukan asam oksalatnya. Contohnya seperti di Gambia,” imbuhnya.
Karena efek sampingnya yang berbahaya, dietilen glikol dan etilen glikol sebenarnya sudah dilarang ketat penggunaannya dalam obat oleh Food and Drugs Administration (FDA) sejak 1938. Namun, pada 1998, India mencatat ada kasus sedikitnya 150 anak meninggal dengan penyakit yang sama dalam lima tahun terakhir.
Setelah diinvestigasi, 26 kasus dinyatakan positif karena dietilen glikol yang terkandung dalam obat flu. Ia mengungkap, oknum produsen farmasi “nakal” masih menggunakan dua senyawa ini karena mudah diproduksi dan murah dibandingkan pelarut-pelarut lainnya.
Namun, terkait kasus di Indonesia, dia mengatakan, kematian akibat gagal ginjal akut misterius di Indonesia masih perlu ditelusuri lebih lanjut apakah karena dua senyawa tersebut atau bukan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan obat yang menyebabkan kematian di Gambia tidak terdaftar di Indonesia.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa parasetamol merupakan analgesik paling aman untuk demam. “Ada analgesik lain, contohnya ibuprofen. Ketika demamnya tinggi dan terindikasi demam berdarah di mana sel darahnya terganggu, minum ibuprofen justru akan memperparah. Yang paling aman justru parasetamol,” paparnya.
Bagi masyarakat yang ingin menghindari dahulu penggunaan parasetamol sirop, Prof. Muchtaridi menyarankan untuk mengonsumsi parasetamol berbentuk tablet.
Selain itu, penggunaan puyer dinilai lebih manjur untuk dikonsumsi anak-anak. “Kalau anak-anak susah makan puyer, bisa dicampur dengan air yang bisa diperoleh di apotek. Itu kalau masih takut akan parasetamol sirop,” pungkasnya.
(FRI)