sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kapal Singapura Terciduk Curi Pasir Laut di Batam, Ini Kronologinya

News editor Dhera Arizona Pratiwi
11/10/2024 19:19 WIB
Dua kapal keruk (dradger) MV YC 6 dan MV ZS 9 berbendera Singapura diduga melakukan kegiatan pengerukan dan hasil kerukan (dumping) ilegal di perairan Batam.
Kapal Singapura Terciduk Curi Pasir Laut di Batam, Ini Kronologinya. (Foto KKP)
Kapal Singapura Terciduk Curi Pasir Laut di Batam, Ini Kronologinya. (Foto KKP)

IDXChannel - Dua kapal keruk (dradger) MV YC 6 dan MV ZS 9 berbendera Singapura diduga melakukan kegiatan pengerukan dan hasil kerukan (dumping) tanpa izin dan dokumen yang lengkap di perairan Batam, Kepulauan Riau. Aksi tersebut lantas dihentikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono mengatakan, saat dilakukan pemeriksaan, MV YC 6 berukuran 8.012 gross tonnage (GT) dan MV ZS 9 berukuran 8.559 GT terindikasi melakukan penambangan pasir laut di wilayah Indonesia tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan.

“Menurut pengakuan nakhoda, mereka sering sekali masuk ke wilayah Indonesia. Bahkan dalam satu bulan bisa mencapai 10 kali masuk ke sini (Indonesia), tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang sah. Bahkan tidak punya dokumen kapal, yang ada hanya ijazah nakhoda dan akta kelahiran,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jakarta, Jumat (11/10/2024).

Di kapal penghisap pasir yang membawa 10 ribu meter kubik pasir itu terdapat 16 orang Anak Buah Kapal (ABK), dua orang WNI, satu orang warga Malaysia, dan 13 warga negara China. 

“Mereka menghisap pasir selama 9 jam mendapat 10 ribu (meter kubik) yang dilakukan selama tiga hari dalam satu kali perjalanan. Kapal ini dalam satu bulan bisa 10 kali masuk ke sini. Artinya dalam satu bulan kapal ini mampu mencuri 100.000 meter kubik pasir laut Indonesia,” kata pria yang akrab disapa Ipunk itu.

Ipunk juga menegaskan, PSDKP akan terus mengawasi dan menertibkan kapal-kapal dredger ilegal yang beroperasi di perairan lainnya. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Angka 12 Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang Undang menyatakan  bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari Perairan Pesisir wajib memiliki KKPRL dari Pemerintah Pusat.
 
“Di sini KKP hadir melakukan penertiban. Harapan kami dapat tetap tertib. Dengan pola pemerintah turun langsung untuk memastikan bahwa aturan yang ada bisa dilaksanakan oleh pelaku usaha dan teman-teman pemerintah daerah,” katanya.

Ipunk juga menjelaskan, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi di Laut merupakan salah satu landasan hukum dalam Pengendalian Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pemerintah bertanggung jawab dalam melindungi dan melestarikan lingkungan laut.

“Untuk itu negara hadir menertibkan, sebagai komitmen untuk mewujudkan ekologi sebagai panglima agar pengelolaan sumber daya kelautan ini bisa lestari dan sesuai peraturan. Kalau laut ini dikelola dengan baik, pemerintah bisa memastikan semuanya sesuai dengan peraturan yang ada, namun jika tidak sesuai, maka kami akan tertibkan,” ujar dia.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Viktor Gustaaf Manoppo menjelaskan, sampai saat ini, dalam PP 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi belum ada satupun izin yang dikeluarkan oleh pemerintah.

“Estimasi total potensi kerugian negara bila dihitung dari kegiatan ini dalam satu tahun, 100.000 meter kubik dikali 12 bulan apabila dibawa pasir tersebut diekspor keluar, totalnya dapat mencapai ratusan miliar Rupiah per tahun kerugian negara. Ini baru sumber daya kelautan (pasir laut) belum lagi perizinan yang lainnya mungkin bisa lebih dari itu,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono buka suara terkait Penerbitan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Trenggono mengatakan, ekspor sedimentasi ini bisa dilakukan dalam bentuk pasir hasil sedimentasi.

Namun, ekspor dapat dilakukan bila kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi.

(Dhera Arizona)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement