IDXChannel - Jaksa Agung (JA) ST Burhanudin mengungkapkan, masih ada enam perusahaan yang terindikasi terlibat tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) senilai Rp3 triliun.
Kendati demikian, keterlibatan enam perusahaan itu masih dalam proses pemeriksaan oleh Tim Terpadu yang terdiri dari LPEI, Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam rangka recovery asset.
"Nanti ada yang tahap kedua saya ingin mengingatkan kepada yang telah dilakukan pemeriksaan oleh BPKP tolong segera tindak lanjuti ini daripada perusahaan ini kami tindaklanjuti secara pidana. Sampai saat ini masih dalam pemeriksaan," jelasnya saat konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (18/3/2024).
Jaksa Agung menambahkan, dirinya juga mengimbau kepada enam perusahaan yang terlibat untuk segera menindaklanjuti apa yang juga menjadi kesempatan BPKP, Inspektorat dan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).
"Tolong ini laksanakan sebelum ada penyerahan dalam tahap 2 ini sebesar Rp 3 triliun. Nanti kalau ingin mengetahui tindak lanjut setelah kami melakukan pemeriksaan. Kami akan buka kembali perbuatan yang dia lakukan," tegasnya.
Sebelumnya, dalam tahap pertama Menkeu Sri Mulyani melaporkan hasil penelitian kredit-kredit bermasalah di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dari tim terpadu yang melibatkan empat perusahaan.
Keempat perusahaan terindikasi fraud itu diantaranya, PT RII sebesar Rp1,8 triliun, PT SMS sebesar Rp216 miliar, PT SPV sebesar Rp144 miliar dan PT PRS sebesar Rp305 miliar.
Sri Mulyani juga mengatakan bahwa LPEI akan terus melakukan penelitian terhadap kredit-kredit bermasalah. Selain itu, LPEI juga akan terus bekerja sama dengan JAMDATUN, BPKP RI, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dalam satu Tim Terpadu.
"Negara tetap mendukung LPEI melaksanakan perannya meningkatkan ekspor Indonesia dengan menerapkan tata kelola yang baik, zero tolerance terhadap segala bentuk pelanggaran hukum agar peran strategisnya berjalan optimal sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009," pungkas Menkeu Sri.
(SLF)