sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Pemerintah Dorong Industri Baterai Kendaraan Listrik Lewat Hilirisasi Nikel

News editor Atikah Umiyani
06/08/2024 18:59 WIB
Pemerintah terus mendorong industri baterai kendaraan listrik melalui hilirisasi nikel. 
Pemerintah terus mendorong industri baterai kendaraan listrik melalui hilirisasi nikel. 
Pemerintah terus mendorong industri baterai kendaraan listrik melalui hilirisasi nikel. 

IDXChannel - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong industri baterai kendaraan listrik melalui hilirisasi nikel

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, Indonesia memiliki potensi sumber daya nikel yang sangat besar, mencapai 17 miliar ton dengan cadangan sebesar 5 miliar ton.

"Sekarang ini RKAB produksi (nikel) untuk tahun 2024 itu kurang lebih 240 juta, sedangkan tahun lalu kebutuhan smelter itu 220 juta ton," kata Arifin, Selasa (6/8/2024).

Arifin menambahkan, potensi nikel yang melimpah di Indonesia merupakan modal penting untuk pengembangan industri baterai, baik untuk kebutuhan nasional maupun global.

Sehingga menurutnya, industri hilir di dalam negeri saat ini belum sepenuhnya berkembang. Oleh karena itu, pemerintah berupaya memberikan insentif kepada badan usaha untuk membangun industri hilir, industri Electric Vehicle (EV), dan infrastruktur pendukung.

"Ini harus kita kendalikan betul-betul sehingga memang hilirnya mempunyai prospek nilai tambah yang lebih baik, bisa menyiapkan tenaga kerja lebih baik, kemudian juga bisa mendukung program transisi energi kita ke industri EV," kata dia.

Kebutuhan baterai di Indonesia hingga tahun 2030 diproyeksikan mencapai 108,2 GWh. Untuk mencapai target 20 juta kendaraan roda empat EV, diperlukan kapasitas baterai sebesar 780 GWh.

Saat ini, kapasitas smelter dalam negeri baru mampu memproduksi bahan baku setara 373 GWh, sehingga masih terdapat peluang investasi sebesar 407 GWh dalam sektor baterai EV.

Arifin mengungkapkan bahwa, pemerintah tengah mengevaluasi industri-industri berbasis nikel yang menghasilkan nilai tambah rendah dan dianggap sudah mulai memasuki fase sunset.

"Itu kita evaluasi untuk tidak dilakukan lagi pengembangan pembangunan pabrik-pabrik barunya, moratorium, stop dulu engga boleh ada lagi," kata Arifin.

Lebih lanjut Arifin menjelaskan bahwa salah satu produk yang tidak mempunyai nilai tambah tinggi tersebut adalah nickel pig iron (NPI) yang diproduksi smelter berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF).

"Jadi tentu aja kita ngeliat konstelasi demand internasional, Perindustrian (Kemenperin) sudah sepakat tidak ada lagi tambahan baru untuk RKEF, NPI," kata dia.

(Nur Ichsan Yuniarto)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement