Di Rumania, kubu kiri berhasil memenangkan pemilihan legislatif meskipun kubu kanan ekstrem juga menunjukkan hasil yang kuat. Namun, hasil pilpresnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi Rumania di tengah tuduhan campur tangan Rusia yang mendukung kandidat nasionalis, Călin Georgescu.
Semua mata kini tertuju pada Jerman, di mana runtuhnya koalisi Kanselir Olaf Scholz (Partai Sosial Demokrat). Menurut perkiraan, kondisi itu bakal menyebabkan pemilihan umum lebih awal pada akhir Februari. Pemilu tersebut dapat menjadi tanda titik balik penting untuk 2025.
Tren menguatnya politik sayap kanan dan ekstrem kanan di Eropa patut menjadi perhatian bersama oleh para pemimpin internasional. Seperti kita ketahui, para penganut dan pengikut ideologi tersebut sering kali menggunakan retorika yang memecah belah masyarakat dan dunia berdasarkan etnik, agama, ataupun pandangan politik. Hal itu pada gilirannya dapat meningkatkan ketegangan dan potensi konflik antarkomunitas.
Beberapa gerakan ekstrem kanan juga menjadi ancaman bagi demokrasi. Sebab, mereka cenderung menolak prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan pers, pluralisme, dan independensi institusi.
Mereka juga getol mengadvokasi kebijakan yang keras terhadap imigrasi. Sikap xenofobia yang mereka tunjukkan juga menyebabkan kaum muslim menjadi sasaran penindasan di negara-negara Barat. Kita harus belajar dari kerusuhan anti-Islam yang terjadi di Inggris pascainsiden penikaman di Southport pada Juli lalu. ***
(Ahmad Islamy Jamil)