sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Penerapan Tarif KRL Berbasis NIK Kurang Tepat, Ini Dampaknya ke Masyarakat

News editor Iqbal Dwi Purnama
01/09/2024 00:12 WIB
Wacana penerapan tarif KRL berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) dinilai bisa menimbulkan dampak sosial bagi para penumpang.
Penerapan Tarif KRL Berbasis NIK Kurang Tepat, Ini Dampaknya ke Masyarakat. (Foto MNC Media)
Penerapan Tarif KRL Berbasis NIK Kurang Tepat, Ini Dampaknya ke Masyarakat. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Wacana penerapan tarif KRL berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) dinilai bisa menimbulkan dampak sosial bagi para penumpang. Sebab, kebijakan itu menjadi terkesan mengkotak-kotakan penumpang.

"Makanya kalau diaplikasikan akan timbul semacam segregasi sosial, yang merasa disubsidi, ada kelas sendiri, dan tidak disubsidi ada kelas sendiri," ujar Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang saat dihubungi IDXChannel, Sabtu (31/8/2024).

Dari sisi bisnis, dia menerangkan, hal demikian sangat rentan terjadi di lapangan. Sebab, akan ada pihak-pihak yang merasa punya kelas berbeda ketika menggunakan transportasi umum antara yang mendapatkan subsidi atau tidak.

Padahal, dikatakan Deddy, esensi dari transportasi umum sendiri adalah bebas digunakan oleh siapapun lapisan masyarakat. Sehingga, perbedaan kelas antara yang mendapat subsidi dengan yang tidak sangat tidak relevan diaplikasikan di transportasi umum.

"Mungkin juga bisa berdampak secara bermacam-macam, sekarang dengan tarif yang sama pun, ada gejolak misal rebutan tempat duduk, nanti apalagi kalau ada yang merasa bayar mahal, dia tentu akan merasa lebih berhak karena bayar mahal, kamu kan tidak bayar," kata Deddy.

Sedangkan dari sisi fasilitas dan pelayanan,  PT KAI (Persero) pun sebagai operator KRL tidak bisa memberikan lebih kepada para pengguna, baik yang bayar menggunakan subsidi maupun yang tidak. 

"Ya tidak ada yang salah itu, secara bisnis memang begitu, dia bayar ya berhak dilayani, misal yang satu bayar Rp10 ribu, dan satu bayar Rp1.000, jadi memang sulit untuk disamaratakan terkait pelayanananya," katanya.

Kalaupun cita-cita pemerintah agar penyaluran subsidi tepat sasaran, maka menurut Deddy, bisa diberikan dari aspek lain, misalnya bantuan khusus bagi masyarakat berpenghasilan rendah, khusus pelajar, maupun khusus kaum rentan. Dengan begitu, tarif KRL bisa tetap setara, namun memberikan stimulus kepada masyarakat untuk meningkatkan kemampuan bayar.

"Namanya angkutan umum, seharusnya tarifnya juga umum, semuanya sama, namanya juga public transport, kalau tarif berbeda namanya bukan angkutan umum, tapi angkutan spesial, angkutan private, ada yang subsidi ada yang tidak," kata dia.

(Dhera Arizona)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement