Berdasarkan hukum Korea Selatan, pemimpin pemberontakan dapat menghadapi hukuman mati atau penjara seumur hidup jika terbukti bersalah. Namun, Yoon memiliki kekebalan sebagai presiden dari sebagian besar tuntutan pidana, tetapi hak istimewa tersebut tidak berlaku untuk tuduhan pemberontakan atau pengkhianatan.
Kekuasaan Yoon telah ditangguhkan sejak Majelis Nasional yang dikendalikan oposisi memilih untuk memakzulkannya pada 14 Desember 2024 atas pemberlakuan darurat militer, yang mana ratusan tentara dan polisi dikerahkan ke majelis tersebut.
Berdasarkan hukum, seorang presiden di Korea Selatan diizinkan untuk mengumumkan darurat militer hanya selama masa perang atau keadaan darurat serupa dan tidak memiliki hak untuk menangguhkan operasi parlemen bahkan di bawah darurat militer.
Yoon berpendapat dekritnya merupakan tindakan pemerintahan yang sah. Dia juga menyebutnya sebagai peringatan bagi oposisi liberal utama, Partai Demokrat, yang ia sebut sebagai "monster" dan "kekuatan anti-negara".
Yoon menilai Partai Demokrat telah menggunakan mayoritas anggota legislatifnya untuk memakzulkan pejabat tinggi, melemahkan anggaran pemerintah, dan bersimpati dengan Korea Utara.
Mahkamah Konstitusi akan menentukan apakah akan memberhentikan Yoon sebagai presiden atau mengembalikannya ke dalam kursi orang nomor satu di Korea Selatan. Sidang pun telah dimulai pada 27 Desember 2024 lalu.
(Febrina Ratna)