Berakhirnya perjanjian transit gas Rusia ke Eropa via Ukraina
Perjanjian transit gas antara Rusia dan Ukraina yang berakhir pada 2024 menjadi elemen penting dalam hubungan ekonomi kedua negara dan ketergantungan Eropa pada energi Rusia.
Pada Rabu (1/1/2025) lalu, raksasa energi Rusia Gazprom mengumumkan pihaknya tak bisa lagi memasok gas ke Eropa melalui Ukraina. Perusahaan itu menyatakan tidak memiliki kapasitas teknis maupun hukum untuk melanjutkan pengiriman gas ke Benua Biru dengan berakhirnya perjanjian dengan Naftogaz Ukraina.
Pihak berwenang Ukraina sebelumnya juga berulang kali menyatakan bahwa mereka memang tidak berencana untuk memperpanjang perjanjian tersebut. Jika perjanjian tidak diperpanjang, Ukraina akan kehilangan pemasukan transit yang signifikan, yang dapat melemahkan ekonominya.
Bagi Eropa, hal ini juga dapat menimbulkan masalah baru. Meski Eropa telah berupaya diversifikasi sumber energinya, banyak negara (terutama di Eropa Tengah dan Timur) masih rentan terhadap gangguan pasokan gas dari Rusia. Situasi ini dapat dimanfaatkan Rusia untuk memperlemah dukungan Eropa terhadap Ukraina.
Sementara Rusia akan semakin fokus pada jalur alternatif, seperti pipa Nord Stream (meskipun terganggu oleh sabotase) atau jalur TurkStream melalui Turki.
Posisi terkini Uni Eropa
UE telah menunjukkan dukungan besar bagi Ukraina melalui bantuan keuangan, sanksi yang bertubi-tubi terhadap Rusia, dan pengiriman senjata. Namun, kesenjangan antara anggota UE mengenai sejauh mana mereka harus terlibat terus menjadi tantangan.
Beberapa negara anggota UE mungkin menghadapi tekanan domestik untuk mengurangi keterlibatan mereka karena dampak ekonomi konflik.
Selain itu, adanya krisis politik internal juga menjadi sandungan lainnya bagi UE untuk melanjutkan bantuan mereka kepada Kiev. Naiknya partai-partai populis ke panggung kekuasaan di negara-negara seperti Polandia, Hungaria, dan Italia dapat melemahkan konsensus Eropa dalam mendukung Ukraina.
Meski UE telah mengurangi impor energi Rusia, beberapa negara masih rentan terhadap krisis energi. Rusia bisa menggunakan ini untuk memperburuk perpecahan politik di UE.