IDXChannel - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan eks Direktur Utama PT Amarta Karya (Persero), Catur Prabowo, sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif tahun 2018-2020. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Catur telah malang melintang membangun karier di BUMN.
Catur bukan orang baru di perusahaan pelat merah di sektor infrastruktur. Dia pernah menjabat sebagai Direktur Operasi I di PT Brantas Abipraya (Persero) sejak Juli 2020-2021.
Jabatan di Brantas Abipraya ditugaskan pemegang saham, setelah dirinya tidak lagi menjabat sebagai Direktur Utama Amarta Karya periode 2016-2020.
Jauh sebelum itu, seperti mengutip laman LinkedIn miliknya, Catur Prabowo menduduki sejumlah posisi strategis di BUMN Karya sejak tahun 1989 silam.
Pada tahun itu, dia dipercaya memegang jabatan sebagai project manager di PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk atau PTPP hingga 2011.
Setelah 21 tahun 9 bulan menjadi project manager, Catur lalu berpindah posisi sebagai Business Development Manager di BUMN Karya yang sama. Dia menjalankan posisi baru ini dalam kurun waktu 11 bulan saja, terhitung sejak April 2011 hingga Februari 2012.
Sebulan kemudian atau pada Maret 2012, Catur diangkat manajemen PTPP untuk menjabat sebagai Marketing Manager. Jabatan ini pun dia emban selama satu tahun enam bulan.
Tak sampai di situ, pada September 2013 Catur Prabowo dipercaya menduduki posisi sebagai Director of Engineering and Marketing di salah satu anak usaha PTPP yakni PT PP Taisei Indonesia Construction.
Jabatan itu dia jalankan selama tiga tahun empat bulan atau terhitung sejak 30 September 2013 sampai Desember 2016.
Puncak karir Catur di BUMN Konstruksi terus menanjak, hingga pada Desember 2016 Kementerian BUMN menetapkan dirinya sebagai orang nomor satu di Amarta Karya.
Sayangnya, karier cemerlang di BUMN harus berakhir dengan status tersangka KPK. Berdasarkan keterangan lembaga antirasuah itu, perkara tersebut bermula saat Catur memerintahkan Trisna Sutisna dan pejabat di bagian akuntansi Amarta Karya untuk mempersiapkan sejumlah uang (2017). Dana tersebut diperuntukkan untuk kebutuhan pribadi Catur.
Kemudian, Trisna Sutisna bersama dengan beberapa staf di Amarta Karya mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV. CV tersebut nantinya digunakan untuk menerima pembayaran subkontraktor dari Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan yang sebenarnya alias fiktif.
Pada 2018, lantas dibentuklah beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek Amarta Karya. Di mana, hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan Catur Prabowo dan Trisna Sutisna.
Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor Catur selalu memberikan disposisi 'lanjutkan' dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani oleh Trisna Sutisna.
KPK pun menetapkan eks Direktur Keuangan Amarta Karya, Trisna Sutisna, sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
"Ditemukan pula adanya kecukupan alat bukti untuk dinaikkan pada tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan dua pihak sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak di Jakarta Selatan, Kamis (11/5/2023).
(FRI)