sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Terungkap, Auditor BPK Minta Rp12 Miliar agar Kementan Raih WTP

News editor Nur Khabibi/MPI
08/05/2024 16:43 WIB
Pegawai Kementan membeberkan penyebab Kementan mengantongi predikat WTP dari BPK.
Pegawai Kementan membeberkan penyebab Kementan mengantongi predikat WTP dari BPK. (Ilustrasi/MPI)
Pegawai Kementan membeberkan penyebab Kementan mengantongi predikat WTP dari BPK. (Ilustrasi/MPI)

IDXChannel - Pegawai Kementerian Pertanian (Kementan) membeberkan penyebab Kementan mengantongi predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hal ini dikatakan Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto merespons pertanyaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menjadi saksi di sidang lanjutan dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan dengan terdakwa SYL, Rabu (8/5/2024).

Dalam kesempatan tersebut, Hermanto menyatakan adanya auditor BPK yang meminta uang Rp12 miliar agar Kementan mendapatkan predikat WTP. 

Hal tersebut terungkap setelah Jaksa KPK menanyakan Hermanto soal sosok Victor dan Haerul Saleh. 

"Kalau Pak Victor itu auditor yang memeriksa kita (Kementan)," jawab Saksi di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta. 

"Ketua AKN (akuntan keuangan negara) 4," jawab Saksi saat ditanya Jaksa siapa itu Haerul Saleh. 

Menurut Hermanto, Haerul merupakan pimpinan dari Victor. Auditor tersebut pun memeriksa secara keseluruhan Kementan agar mendapat predikat WTP. 

"Kemudian ada kronologis apa terkait dengan Pak Haerul, Pak Victor yang mana saksi alami sendiri saat itu, bagaimana bisa dijelaskan kronologisnya?," tanya Jaksa. 

"Yang ada temuan dari BPK terkait food estate, yang pelaksanaan," jawab Saksi. 

Hermanto menjelaskan, auditor BPK saat itu menyoroti program food estate. 

"Tapi pada akhirnya kan jadi WTP ya. Nah itu bagaimana ada temuan-temuan tapi bisa menjadi WTP. Bisa saksi jelaskan, apakah ada pertemuan-pertemuan?," tanya Jaksa. 

"Misal contoh satu, temuan food estate itu kan temuan istilahnya kurang kelengkapan dokumen ya, kelengkapan administrasinya. Istilah di BPK itu BDD, bayar di muka. Jadi, itu yang harus kita lengkapi, dan itu belum menjadi TGR. Artinya ada kesempatan untuk kita melengkapi dan menyelesaikan pekerjaan itu," jawab Saksi. 

"Itu yang di tahun berapa?" tanya jaksa lagi. 

"Kegiatannya 2021, sebelum saya menjabat. Tapi ketika saya menjabat saya langsung berhadapan dengan konsep temuan BPK. Ya, membaca konsep temuan."  jawab saksi. 

Jaksa kemudian melanjutkan pertanyaannya  terkait kegiatan BPK pada 2022-2023. 

"Bagaimana proses pemeriksaannya BPK itu sehingga menjadi WTP?" tanya jaksa. 

"Saya enggak terlalu persis mekanismenya," jawab saksi. 

Jaksa kembali mencecar Hermanto dengan menyinggung  sejumlah orang BPK. 

"Kalau begitu, kejadian apa nih kronologisnya, saksi pernah bertemu dengan Pak Victor, Daniel Siahaan namanya ya, Toranda Saefullah. Apa yang disampaikan mereka kepada Kementan selaku yang diperiksa?," tanya Jaksa. 

"Pernah disampaikan bahwa konsep dari temuan-temuan itu bisa menjadi penyebab tidak bisanya WTP di Kementan. Dari sekian banyak eselon 1, tapi mungkin apa namanya termasuk bagian dari PSP ada di dalamnya," sebut Saksi. 

Jaksa kemudian mengkonfirmasi apakah dalam proses tersebut ada permintaan uang agar Kementan mendapat WTP. 

"Apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar itu menjadi WTP?" tanya Jaksa. 

"Ada. Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp12 miliar untuk Kementan," jawab Saksi. 

Jaksa kemudian memperjelas siapa pihak auditor BPK yang meminta besaran uang tersebut. 

"Iya, (diminta) Rp 12 miliar oleh Pak Victor tadi," jawab Saksi. 

Hermanto menjelaskan, temuan BPK tersebut diketahui Sekjen Kementan. Kemudian, Victor meminta hal tersebut disampaikan ke SYL. 

Namun, Hermanto menyatakan tidak mempunyai akses langsung ke SYL. Akhirnya ia sampaikan ke Direktur Alat dan Mesin, Muhammad Hatta. 

"Saya perkenalkan dengan melalui Pak Hatta. Silakan dengan Pak Hatta saja," papar Saksi. 

"Selanjutnya bagaimana? Saksi kan menyebut melalui Pak Hatta. Apa nih yang disampaikan Pak Hatta kemudian?," cecar Jaksa. 

"Ya akan menghubungi Pak Sekjen dan menyampaikan ke Pak Menteri," jawab Saksi. 

Dalam sidang tersebut, SYL duduk sebagai terdakwa bersama dua anak buahnya, yakni Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta. 

Dalam surat dakwaan, diduga SYL menerima gratifikasi senilai Rp44,5 miliar. Jumlah tersebut didapatkan dari 'patungan' pejabat eselon I dan 20 persen dari anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan.

(NIY)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement