Salah satu tantangan yang dihadapi adalah minimnya identitas pada korban. Dalam beberapa kasus, jamaah melepas gelang identitas dan tidak membawa paspor maupun tanda pengenal.
“Ada jamaah yang ditemukan tanpa satu pun identitas. Untungnya bisa bicara bahasa Indonesia, jadi dikenali sebagai WNI,” kata Nasaruddin.
Untuk mendukung proses identifikasi, pemerintah juga akan meminta sampel DNA dari keluarga jamaah yang hilang. Hal ini dilakukan untuk mencocokkan dengan jenazah yang belum teridentifikasi di Arab Saudi.
Menag menegaskan, insiden ini akan menjadi bagian penting dari evaluasi nasional. Ke depan, penggunaan teknologi pelacak seperti chip GPS akan dikaji agar jamaah rentan dapat lebih mudah dipantau keberadaannya.
“Kami menyadari ada kekurangan. Kami mohon maaf kepada seluruh jamaah. Semoga ini menjadi pelajaran penting menuju haji yang lebih aman dan tertib di masa mendatang,” ujarnya.
(Dhera Arizona)