IDXChannel - Banyak berbagai fenomena astronomis bisa disaksikan penghuni bumi di sepanjang 2023 ini. Selain bisa menikmati keindahannya, fenomena ini juga bisa menjadi pembelajaran visual yang menyenangkan.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebelumnya sudah memaparkan deretan fenomena astronomis yang akan terjadi di langit Indonesia sepanjang 2023.
Fenomena astronomis 2023 sendiri dibagi menjadi empat bagian, yakni Fase Bulan dan Gerhana, Penanda Matahari, Konjungsi, Oposisi dan Okultasi Planet, serta Hujan Meteor.
Fenomena Astronomis di 2023
1.Fase Bulan
Secara umum, ada beberapa fase Bulan yang akan terjadi selama 2023, mulai dari Bulan Baru, Sabit Awal, Perbani Awal,
Cembung/Benjol Awal (Besar), Purnama, Cembung/Benjol Akhir (Susut), Perbani Akhir, dan Sabit Akhir.
Secara ringkas, fase Bulan Baru adalah kondisi Bulan saat seluruh permukaan Bulan yang menghadap Bumi tidak memantulkan cahaya Matahari.
Hal tersebut karena konfigurasi Matahari-Bulan-Bumi yang membentuk garis lurus jika dilihat dari bidang tegak lurus ekliptika atau bidang kutub/polar.
Beberapa kalender yang menggunakan fase ini untuk menandai akhir bulan maupun awal bulan dalam kalender mereka antara lain: Hijriah/Islam, Ibrani/Yudaisme, Hindu, Buddha dan Imlek.
Selama tahun 2023, terdapat 12 kali fase Bulan Baru dengan 2 fase Bulan Baru bertepatan dengan Gerhana Matahari Hibrida yang dapat disaksikan di Indonesia pada 20 April mendatang.
Selain itu, ada Gerhana Matahari Cincin yang dapat disaksikan di Amerika Serikat, sebagian Amerika Tengah, Kolombia dan Brazil pada 14 Oktober waktu setempat (15 Oktober waktu Indonesia).
2.Perbani Awal
Fase selanjutnya adalah Perbani Awal. Fase ini merupakan kondisi saat separuh permukaan Bulan yang menghadap Bumi memantulkan cahaya Matahari dan terjadi sebelum Purnama saat cahaya Bulan semakin bertambah.
Hal tersebut karena konfigurasi Matahari-Bumi-Bulan membentuk sudut 90 derajat. Bulan terbit di sekitar tengah hari dan terbenam di sekitar tengah malam saat fase Perbani Awal.
Selama tahun 2023 mendatang, terdapat 12 kali fase Perbani Awal, dua di antaranya bertepatan dengan deklinasi maksimum utara pada tanggal 29 Maret dan deklinasi maksimum selatan pada tanggal 23 September.
Deklinasi maksimum utara adalah kondisi saat sudut deklinasi (sudut yang dibentuk antara bidang orbit Bulan dengan ekuator langit) mencapai nilai maksimum dan berada di langit belahan utara.
Deklinasi maksimum selatan adalah kondisi saat sudut deklinasi (sudut yang dibentuk antara bidang orbit Bulan dengan ekuator langit) mencapai nilai maksimum dan berada di langit belahan selatan.
3. 13 Kali Fase Purnama
Fase selanjutnya adalah Purnama. Secara ringkas, Purnama adalah kondisi saat seluruh permukaan Bulan yang menghadap Bumi memantulkan cahaya Matahari.
Hal tersebut karena konfigurasi Matahari-Bumi-Bulan yang membentuk garis lurus jika dilihat dari bidang tegak lurus ekliptika atau bidang kutub/polar.
Beberapa kalender yang menggunakan fase ini untuk festival atau hari besar keagamaan lain Hijriah/Islam, Ibrani/Yudaisme, Hindu, Buddha, Kekristenan dan Imlek.
Selama tahun 2023 mendatang, terdapat 13 kali fase Purnama dengan 2 fase Purnama bertepatan dengan Gerhana Bulan Penumbra yang dapat disaksikan di Indonesia pada 6 Mei dan Gerhana Bulan Sebagian yang dapat disaksikan di Indonesia pada 29 Oktober.