IDXChannel – Baru-baru ini, media mogul Netflix Inc (NFLX) mengumumkan akan menyiapkan skema berlangganan (subcription) video on demand (VoD) dengan biaya iklan bulanan yang lebih rendah untuk pelanggan mereka.
Pengumuman itu, muncul pasca Netflix menaikkan biaya bulanan untuk kelima kalinya dalam tujuh tahun menjadi USD15,49 per bulan.
Kenaikan tersebut diumumkan pada April lalu setelah Netflix, melaporkan penurunan pelanggan global di tengah kompetisi bisnis VoD yang semakin kompetitif.
Para klien yang ingin beriklan dapat menampilkan iklan mereka di program populer sekelas Bridgerton, Stranger Things, hingga The Crown.
Netflix akan mulai menjual lot iklan bulan depan di 12 pasar global. Di antaranya, Australia, Brasil, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Korea, Meksiko, Spanyol, Inggris, dan Amerika Serikat.
Peluncuran di Amerika Serikat (AS), negara asalnya dijadwalkan pada 3 November.
Pada bulan Juli lalu, Netflix secara mengejutkan mengumumkan kerja sama dengan Microsoft untuk mengembangkan teknologi periklanan.
Setelah Microsoft menyelesaikan akuisisi terhadap dari AT&T pada bulan sebelumnya mencapai USD1 miliar, Xandr dapat memberi Netflix kapasitas untuk menjual iklan langsung atau secara terprogram. Kerja sama ini nantinya membuat iklan yang ditayangkan di Netflix hanya akan dikelola melalui Microsoft.
Namun, di tengah ramalan resesi dan melambatnya bisnis digital baru-baru ini, Netflix nampaknya harus bersiap diri menghadapi segala kemungkinan yang ada, bahkan termasuk pelambatan bisnis iklan.
Diketahui sebelumnya, Alphabet (GOOG, GOOGL) induk Google sekaligus Youtube melaporkan kehilangan pendapatan iklan YouTube yang substansial. Dilansir dalam laporan keuangannya, Google kehilangan USD134 juta dari iklan Youtube. Pada Q3 atawa kuartal III 2022, pendapatan dari sektor ini mencapai USD7,07 miliar, turun dibanding sebelumnya (yoy) USD7,2 miliar.
Bisnis VoD Masih Menjanjikan
Jika melihat sepak terjang Netflix, bisnis VoD masih cukup seksi dan menjanjikan di masa depan. Namun harus tetap waspada terhadap segala kemungkinan. Menurut Fortune Business Insights, pangsa pasar VoD global diproyeksikan mencapai USD 1.690,35 miliar pada tahun 2029, dengan CAGR 19,9%. Hal ini dikarenakan permintaan pasar yang masih diperkirakan akan tumbuh.
Antara 2016 dan 2020, pasar layanan VoD global telah mencatat CAGR sebesar 8,5%. Meningkatnya penetrasi jaringan internet berkecepatan tinggi di negara-negara berkembang telah memicu permintaan akan layanan ini.
Sementara itu, mengutip hasil riset Statista, pendapatan di segmen Video Streaming (SVoD) diproyeksikan mencapai USD80,83 miliar pada tahun ini.
Pendapatan ini diharapkan menunjukkan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR 2022-2027) sebesar 11,48%. Angka ini menghasilkan proyeksi volume pasar sebesar USD139,20 miliar pada 2027.
Sebagai perbandingan global, sebagian besar pendapatan VoD akan dihasilkan di Amerika Serikat mencapai USD34,1 juta pada 2022.
Pendapatan rata-rata per pengguna (ARPU) di segmen ini diproyeksikan sebesar USD69,66 pada tahun yang sama.
Sementara jumlah pengguna diperkirakan mencapai 1,63 miliar pengguna pada tahun 2027 dengan penetrasi pengguna akan mencapai 20,6% pada tahun 2027.
Adapun Netflix mengumumkan peningkatan pelanggan global sebesar 2,4 juta, dengan 100 ribu di antaranya berasal dari pasar Amerika Utara di kuartal tiga tahun ini.
Netflix memperkirakan pada kuartal selanjutnya akan mendapatkan 4,5 juta pelanggan global baru.
Dengan target ini beserta pengembangan iklan, Netflix akan berupaya ‘memanjakan’ Wall Street dengan keuntungan dan pendapatan, bukan lagi dari jumlah subscriber.
Dalam jangka panjang, iklan diharapkan dapat menghidupkan kembali pertumbuhan pengguna. Pendapatan dari iklan yang kuat per pengguna diharapkan akan membantu kinerja keuangan.
Di Indonesia, menurut survei Populix, Netflix masih menjadi primadona VoD dengan presentase mencapai 69%.
Adapun Disney+ menempati peringkat kedua aplikasi VoD terfavorit dengan presentase 62%. Sementara YouTube berada di peringkat ketiga dengan persentase 52%.
Dua pendatang baru segmen VoD, Viu dan Vidio masing-masing menempati peringkat keempat dan kelima yakni 36% dan 25%.
Sebesar 24% responden mengaku menggunakan WeTV dan 15% responden masing-masing menggunakan HBO GO dan iFlix, dan 13% menggunakan iQIYI
VoD lainnya yang banyak digunakan di Tanah Air yakni GoPlay sebanyak 12%, Mola TV 12%, dan Prime Video 8%.
Adapun survei ini dilakukan pada 20-25 Mei 2022 terhadap 1.000 responden yang berasal dari DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, dan kota-kota lainnya di Indonesia.
Namun, pada Q2 2022, Netflix kembali mengalami penurunan jumlah pelanggan berbayarnya (paid membership) dengan ditinggal 970 ribu pelanggannya.
Angka tersebut masih di bawah proyeksi Netflix yang memperkirakan akan kehilangan 2 juta pelanggan.
Saat ini, pelanggan Netflix tercatat 220,67 juta di kuartal kedua tahun ini. Sebelumnya, Netflix kehilangan 200 ribu pelanggan pada Q1 2022, sekaligus menjadi yang pertama kali dalam 10 tahun terakhir.
Menuru Netflix, salah satu alasan merosotnya jumlah pelanggan karena persaingan ketat dengan platform video-on-demand (VoD) lainnya.
Jika pada pandemi Covid-19 bisnis VoD seperti ketiban durian runtuh, belum tentu bisnis ini akan selamat dari badai resesi tahun depan. Meskipun demikian, jalan akan selalu ada bagi mereka yang bisa menemukan celah inovasi untuk menyenangkan pasar. (ADF)