"Saya optimis dengan AI, namun saya tidak optimis dengan teknologi otak," tutur Takagi. "Saya pikir ini adalah konsensus di antara para ilmuwan saraf," lanjutnya.
Kerangkanya Takagi dan Nishimoto bisa digunakan dengan perangkat pemindaian otak selain MRI, semisal EEG atau teknologi hiper-invasif seperti implan otak-komputer yang tengah dikembangkan oleh Neuralink milik Elon Musk.
Bahkan, Takagi percaya saat ini masih sedikit aplikasi praktis untuk eksperimen AI-nya. Namun ia memperkirakan bahwa teknologi tersebut dapat digunakan untuk tujuan klinis, komunikasi, atau bahkan hiburan di masa depan.
Lalu, melalui sumber yang sama, dalam wawancaranya dengan seorang profesor ilmu saraf komputasi di University College London dan peneliti di Alan Turing Institute, Ricardo Silva mengungkapkan "Sulit untuk memprediksi aplikasi klinis yang sukses pada tahap ini, karena ini masih merupakan penelitian yang sangat eksploratif."
"Ini mungkin menjadi salah satu cara tambahan untuk mengembangkan penanda untuk deteksi Alzheimer dan evaluasi perkembangan dengan menilai dengan cara apa seseorang dapat menemukan anomali yang terus-menerus dalam gambar tugas navigasi visual yang direkonstruksi dari aktivitas otak pasien," tambahnya.