"Sehingga pada akhirnya eksportir pun dengan pertimbangan itu, dia akan lebih memiih untuk menempatkan dananya di perbankan nasional," imbuh Josua.
Sebelumnya, Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan ini dilakukan dengan memberikan imbal hasil yang kompetitif dibandingkan dengan yang diterima eksportir jika menaruh devisa hasil ekspornya di luar negeri.
Tentunya instrumen kebijakan moneter ini akan dilakukan berdasarkan mekanisme pasar yang transparan disertai dengan pemberian insentif kepada bank.
"Sebagian besar devisa hasil ekspor SDA (sumber daya alam) telah masuk di dalam negeri, masalahnya bagaimana ini bisa di dalam negeri lebih lama. Karena itu, kami menerbitkan instrumen operasi moneter valas yang baru," ujarnya.
Dia menjelaskan, melalui instrumen operasi moneter valas yang baru ini, perbankan dapat meneruskan simpanan dari devisa hasil ekspor para eksportir ke BI dengan mekanisme pasar dan imbal hasil yang menarik.
“Misalnya untuk tenor 1 bulan, rata rata suku bunga di luar negeri 3,7 persen, supaya menarik investor daripada simpan di luar negeri, simpan saja di Indonesia karena tetap mendapatkan (imbal hasil) 3,7 persen,” jelasnya.
Perry menambahkan, BI akan melakukan lelang dengan menawarkan term deposit valas (TDV), di mana pemenang lelang akan mendapatkan imbal hasil sekitar 3,75-4 persen. Namun, besaran imbal hasil ini tergantung bidding dari perbankan, sehingga perbankan bisa mendapatkan spread dari para eksportir.
"(Imbal hasil) dari BI tergantung pemenang lelangnya 3,75-4 persen yang akan dapatkan spread," kata Perry.