IDXChannel - Pasar tengah menanti hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 20-21 Desember 2023.
BI diprediksi akan mempertahankan suku bunga kebijakan utamanya untuk kali kedua beruntun pada pertemuan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Kamis (21/12).
Sebanyak 28 ekonom dalam jajak pendapat Reuters pada 11-18 Desember 2023 memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuan pembelian kembali tujuh hari (seven-day reverse repurchase rate) sebesar 6 persen pada pertemuan yang berakhir esok hari.
Pekan ini, sejumlah bank sentral di Asia telah menetapkan kebijakan moneternya jelang tutup tahun 2023. Kebijakan sejumlah bank sentral ini akan memberi gambaran bagi investor di 2024 tentang arah pasar dan perekonomian secara umum.
Diketahui sebelumnya, bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) yang merupakan salah satu bank sentral berpengaruh sudah memberikan sinyal akan melakukan pemotongan suku bunga tahun depan.
Dalam pernyataan terbarunya pada 13 Desember 2023, The Fed mempertahankan suku bunga tetap stabil, seperti yang diharapkan secara luas oleh pasar. Sebanyak 17 dari 19 pejabat bank sentral itu dengan suara bulat memperkirakan kebijakan suku bunga akan lebih rendah pada akhir 2024.
The Fed sejak Maret 2022 telah menaikkan suku bunga sebesar 525 basis poin sebagai upaya mengendalikan inflasi di kisaran target 5,25 persen-5,5 persen.
Meski The Fed bersikap dovish pada pertemuan akhir tahun, namun tak serta merta sejumlah bank sentral di Asia Pasifik khususnya, mengikuti arah The Fed, salah satunya China.
Kebijakan Suku Bunga Sejumlah Bank Sentral Asia
Mengekor The Fed, sejumlah bank sentral di Asia Pasifik juga kompak menahan laju pengetatan suku bunga di akhir tahun ini. Dari kebijakan suku bunga beberapa bank sentral di Asia Pasifik, tingkat suku bunga Indonesia menjadi yang tertinggi di antara yang lain sebesar 6 persen.
Tingkat suku bunga RI masih lebih tinggi dari Jepang, Korea Selatan, Australia, Singapura hingga China. (Lihat tabel di bawah ini.)
Pada pertemuan terbarunya Selasa (19/12/2023), Bank of Japan (BOJ) mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgar. BoJ mempertahankan suku bunga utama jangka pendeknya di -0,1 persen dan imbal hasil obligasi 10 tahun di sekitar 0 persen dalam pertemuan terakhir tahun ini dengan suara bulat, seperti yang diperkirakan secara luas.
Bank sentral juga tidak mengubah batas atas ditetapkan untuk imbal hasil obligasi pemerintah jangka panjang sebesar 1 persen.
Dewan BOJ mengatakan bahwa mereka akan dengan sabar melanjutkan pelonggaran moneter di tengah tingginya ketidakpastian di dalam dan luar negeri.
Disebutkan juga bahwa pembuat kebijakan akan merespons perkembangan aktivitas ekonomi dan harga serta kondisi keuangan.
Dengan melakukan hal tersebut, BoJ bertujuan untuk mencapai target stabilitas harga sebesar 2 persen secara berkelanjutan, disertai dengan kenaikan upah.
Komite bank sentral menegaskan kembali bahwa mereka tidak akan ragu untuk mengambil langkah-langkah pelonggaran tambahan jika diperlukan.
Baru-baru ini, gubernur bank sentral Kazuo Ueda mengatakan bahwa kenaikan upah masih tertinggal dibandingkan kenaikan harga dan tingkat target inflasi mungkin tidak dapat dipertahankan.
Bank Sentral Jepang telah memberlakukan suku bunga negatif sejak 2016. Hal ini dirancang untuk mendorong penggunaan cadangan mereka untuk memberikan pinjaman kepada dunia usaha dalam upaya melawan stagnasi ekonomi Jepang.
Di China, The People's Bank of China (PBOC) mempertahankan suku bunga pinjamannya stabil selama empat bulan berturut-turut pada pertemuan Desember tahun ini.
Suku bunga dasar pinjaman (loan prime rate/LPR) satu tahun, yang merupakan fasilitas pinjaman jangka menengah yang digunakan untuk pinjaman korporasi dan rumah tangga, tidak berubah pada rekor terendah sebesar 3,45 persen. Sementara suku bunga lima tahun, yang menjadi acuan bunga hipotek, dipertahankan pada 4,2 persen selama enam bulan berturut-turut.
Berbeda dari The Fed dan bank sentral lain, sepanjang tahun ini PBOC memangkas dua suku bunga acuan yang dimulai pada pertengahan tahun.
LPR PBOC satu tahun diturunkan menjadi 3,55 persen dari 3,65 persen pada Juni 2023 dan kemudian diturunkan di level 3,45 persen per Agustus 2023. Sementara LPR lima tahun yang digunakan untuk harga hipotek, dipotong menjadi 4,2 persen dari 4,3 persen hingga akhir 2023.
Bank sentral Australia, Reserve Bank of Australia juga mempertahankan suku bunganya di angka 4,35 persen pada pertemuan terakhirnya tahun ini.
Langkah ini sejalan dengan ekspektasi pasar, sehingga memungkinkan bank sentral di bawah kepemimpinan Gubernur Michele Bullock untuk menilai dampak kenaikan suku bunga sebelumnya.
Bullock bulan lalu memperingatkan bahwa inflasi semakin didorong oleh permintaan yang berlebihan di dalam negeri dibandingkan guncangan pasokan dari luar negeri.
Rapat Dewan RBA berikutnya dan pengumuman Official Cash Rate akan diadakan pada tanggal 6 Februari 2024.
Berbeda dengan optimisme pasar tentang pemotongan suku bunga tahun depan, per 19 Desember, kontrak ASX 30 Day Interbank Cash Rate Futures Februari 2024 diperdagangkan pada 95,66, menunjukkan ekspektasi 10 persen terhadap kenaikan suku bunga menjadi 4,6 persen pada rapat Dewan RBA berikutnya.
Beralih ke Korea Selatan, Bank of Korea mempertahankan suku bunga pada dasarnya tidak berubah pada 3,5 persen pada pertemuan November 2023.
Bank of Korea mempertahankan biaya pinjaman untuk ketujuh kalinya berturut-turut di tengah kekhawatiran terhadap meningkatnya utang rumah tangga. Langkah ini terjadi setelah adanya tujuh kenaikan suku bunga berturut-turut dari April 2022 hingga Januari 2023.
Bank of Korea akan mempertahankan sikap kebijakan yang restriktif untuk beberapa waktu dengan enilai secara menyeluruh banyak faktor, termasuk kebijakan moneter di negara-negara besar dan risiko geopolitik.
Beralih ke negera tetangga, Otoritas Moneter Singapura (MAS) mempertahankan penetapan kebijakan moneternya untuk kedua kalinya tahun ini pada tanggal 13 Oktober 2023. Langkah ini sebagai upaya untuk menyeimbangkan kebutuhan untuk mengendalikan inflasi dengan tanda-tanda perbaikan prospek pertumbuhan PDB. (ADF)