Sebaliknya, Credit Suisse mengalami kerugian kuartal keempat sebesar 1,4 miliar franc Swiss atau setara USD1,51 miliar, dan mengalami kerugian setahun penuh sebesar 7,3 miliar franc Swiss. Perbedaan antara kedua bank Eropa tersebut sangat mencolok, terutama pada fundamental keuangan.
Kedua, rasio cakupan likuiditas Deutsche Bank adalah 142% pada akhir 2022. Ini artinya, bank tersebut memiliki lebih dari cukup aset likuid untuk menutupi arus kas yang keluar secara tiba-tiba selama 30 hari.
Sementara, Credit Suisse harus menggunakan "buffer likuiditas" pada 2022 karena bank Swiss tersebut berada di bawah persyaratan peraturan likuiditas.
Menyusul selesainya diskusi dengan regulator AS, Credit Suisse mengonfirmasi hasil 2022 yang seharusnya diumumkan pada 9 Februari lalu. Bank asal Swiss ini menunjukkan kerugian bersih setahun penuh sebesar 7,3 miliar franc Swiss atau setara USD8 miliar.
Pada akhir 2022, Credit Suisse mengungkapkan terjadi penarikan setoran tunai yang jauh lebih tinggi, tidak diperpanjangnya deposito berjangka yang jatuh tempo, dan arus keluar aset bersih pada tingkat yang secara substansial melebihi tingkat yang terjadi pada kuartal ketiga tahun 2022.
Penarikan aset Credit Suisse ditaksir lebih dari 110 miliar franc Swiss pada kuartal keempat tahun lalu, karena berbagai alasan seperti serangkaian skandal, risiko warisan, dan kegagalan kepatuhan.
Firma riset Autonomous, anak perusahaan dari AllianceBernstein, berupaya meyakinkan investor dengan mengeluarkan catatan kepada klien mereka.
“Kami tidak memiliki kekhawatiran tentang kelangsungan hidup atau nilai aset Deutsche Bank. Untuk memperjelas, Deutsche Bank bukanlah Credit Suisse berikutnya,” kata Autonomous mengutip CNBC Internasional, (24/3). (ADF)